REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Sistem parkir meter yang berlaku di Kota Bekasi sejak Agustus 2015 kemarin belum beroperasi secara optimal.
Meski mesin parkir telah terpasang, sistem parkir yang berlaku masih menggunakan karcis manual yang diserahkan oleh petugas parkir ke penitip kendaraan.
Saat ini, diketahui di Kota Bekasi terdapat lima titik parkir yang telah memakai sistem parkir meter. Antara lain, RSUD Kota Bekasi, Jalan Raya Veteran, Bekasi Selatan, Pertokoan Galaxy, Bekasi Barat, Pertokoan Proyek, Jalan Ir. H. Juanda, Ruko di Jalan Ir. H. Juanda, serta di sekitar Alun-alun Bekasi, Jalan Veteran - Jalan Pramuka, Bekasi. Pemasangan mesin parkir meter ini bertahap sejak Agustus dan terakhir dipasang di sekitar Alun-Alun Bekasi sekitar tiga bulan lalu.
Salah seorang petugas parkir di depan Polresta Bekasi Kota, Alun-alun Kota Bekasi, Abu (59 tahun) menjelaskan bahwa alat karcis parkir saat ini belum bisa digunakan lantaran tidak ada palang pintu parkir. Apalagi untuk parkir yang ada di depan Polresta Bekasi Kota, yang memang banyak digunakan oleh anggota kepolisian.
"Antara Polantas sama parkir meter belum sepakat tentang pintu. Biasanya kan disini banyak anggota yang parkir dan nggak bayar. Kalau pakai pintu ya mereka diharuskan bayar. Belum disepakati,"jelas Abu pada Republika, Kamis (17/12).
Menurut Abu, setiap harinya selain anggota kepolisian,hanya ada sekitar 100 hingga 150 masyarakat umum yang memarkirkan kendaraannya di tempat parkir depan Polres. Sementara sisanya, lebih sering anggota kepolisian bahkan Kodim yang berlokasi tidak jauh dari sana.
Menurut petugas parkir di depan RSUD Bekasi, Armand Suherman (30 tahun), saat ini di sekitaran Alun-alun Kota Bekasi terdapat enam mesin parkir. Kendati berfungsi dengan baik, mesin-mesin tersebut tidak dapat digunakan lantaran tidak efektif. Sebab, lahan parkir yang saat ini digunakan adalah bahu jalan di depan Lapangan Alun-alun Bekasi, dan tidak memungkinkan adanya palang pintu mobil.
"Mesin ada tapi tidak efektif. Karena setelah memarkirkan mobil, biasanya orang-orang langsung buru-buru masuk ke RSUD atau ke tempat lain. Padahal kita udah sosialisasikan untuk membayar di mesin,"kata Armand.
Selain alasan terburu-buru itu, menurut Armand banyak masyarakat yang kesulitan memakai alat karcis parkir. Cara menggunakannya yaitu dengan mengetikkan Nomor plat mobil ke mesin lalu memasukkan uang ke dalam mesin. Uang kertas yang digunakan pun harus yang dalam kondisi bagus dan tidak lecek, seperti di mesin ATM setoran tunai. Pembayaran ini, kata Armand, yang membuat masyarakat malas menggunakan mesin parkir.
"Sistem bayarnya harus uang pas. Kalau mobil Rp 3 ribu, motor Rp 2 ribu. Uangnya lecek nggak bisa masuk mesin, lalu nggak bisa kembalian juga,"jelas Armand.
Endum (46 tahun), rekan Armand menambahkan, jika dengan penggunaan mesin yang menyulitkan masyarakat tersebut, nantinya akan menimbulkan kemacetan. Apalagi biasanya ia dan rekan-rekannya biasa melayani ribuan motor dan ratusan mobil yang keluar masuk tempat parkir setiap harinya.
"Motor aja ada sekitar 300 sehari yang parkir di depan RSUD. Mobil sekitar 50. Belum lagi motor atau mobil milik anggota (kepolisian dan Kodim). Tapi kalau disini karena nggak pakai mesin dan pintu jadi tarif nggak dihitung per jam,"kata Endum.
Selain di Alun-alun Kota Bekasi, sistem parkir meter di pertokoan Ir. Juanda juga belum berjalan optimal. Para pengendara tak pernah diberikan kacis yang keluar dari mesin parkir meter. Penitip motor mendapatkan selembar kacis parkir justru dari tangan petugas parkir.
"Dapat karcisnya dari tukang parkir. Nggak pernah dari mesin," ujar Rian (26 tahun) seorang pengguna jasa parkir meter di Jalan Ir. H. Juanda.
Karcis tersebut diberikan sebagai tanda bukti parkir. Penitip kendaraan akan membayar saat akan keluar dan karcis yang ada segera disobek oleh petugas.
"Kalau kita enggak kasih lihat karcis maka mereka akan minta STNK saya untuk mengecek," jelasnya.
Berdasarkan pemantauan, sedikitnya ada enam buah mesin parkir terpasang di sekitar alun-alun Kota Bekasi dan dua buah mesin parkir di sekitar pertokoan Ir. H. Juanda. Mesin-mesin tersebut memang terlihat masih bagus. Namun, mesin tersebut rupanya belum diaktifkan. Apabila pengguna berusaha mengoperasionalkan tak ada bukti karcis apapun yang keluar.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Perhubungan Kota Bekasi, Yayan Yuliana membantah jika mesin parkir belum bisa digunakan. Menurutnya, penggunaan mesin parkir meter belum optimal karena perilaku warga sendiri.
"Sudah aktif semua kok. Tapi memang belum optimal, itu juga karena perilaku warga," katanya.
Menurut Yayan, perilaku warga yang masih konvensional membuat sistem yang baru sulit diterapkan. Sebab, warga malas harus mendatangi mesin parkir yang disediakan. Apalagi sistem ini mengharuskan penitip motor mandiri dan sadar untuk harus membayar tanpa perlu ditagih petugas terlebih dahulu. Untuk mengatasi hal itu, lanjut Yayan, pihak pengelola pun menyediakan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai operator parkir yang ada.
"Mereka masih terpaku pada sistem lama. Jadi disediakan petugas parkir juga,"kata Yayan.
Sementara itu,Ketua Komisi C DPRD Kota Bekasi Machrul Falak menjelaskan bahwa sistem parkir meter saat ini masih merupakan uji coba di lima lokasi. Apabila sudah menjadi pemenang tender, mesin akan diaktifkan seluruhnya.
"Mesin yang diuji coba, jadi nanti pemenang tender pelaksana akan diaktifkan seluruhnya," kata Mahrul.
Menurut Mahrul, parkir meter merupakan sistem yang bagus. Dalam tiga bulan pertama uji coba, parkir meter sudah menghasilkan Rp 600 juta. Sementara retribusi parkir pelayanan tepi jalan umum yang ditargetkan Rp 1,6 Miliar, baru dapat terealisasi Rp 700 juta. Bahkan target tersebut tidak pernah terealisasi selama tiga tahun terakhir ini.
"Ini sudah menjadi bukti sistem ini bagus. Itu baru lima titik saja sudah bisa sampai 600 jutaan. Apalagi kalau dikelola seluruhnya sampai 300 titik. Ini kan peluangnya luar biasa," ujarnya.
Namun, uang tersebut tidak bisa masuk ke kas daerah karena harus ada payung hukum dalam bentuk Peraturan Wali Kota. Payung hukumnya, kata Mahrul, diantaranya harus ada kajian dari kerjasama investasi dulu antara pengusaha dengan pemerintah kota.
"Kalau dia sekarang masuk taraf uji coba terus tidak dipayungi oleh regulasi itu uangnya tidak bisa masuk disetorkan ke kas daerah. Walaupun itu sah," jelasnya.
Perwal tersebut, lanjut Mahrul, bukan uji coba tapi Perwal penunjukan bahwa di perusahaan A telah bekerja sama dengan Pemkot Bekasi dalam pengelolaan parkir.
"Itu mereka nanti jadi wajib parkir. Bukan tiket retribusi lagi gitu. Baru uang itu bisa dimasukan ke kas daerah. Begitu selesai lelang dan semacamnya baru bisa dimasukkan ke kas daerah," katanya.
Melihat peluang tersebut, Mahrul pun menghimbau para pengusaha agar berinvestasi di sistem parkir meter ini. Apalagi, dari 300 titik retribusi parkir di kota Bekasi, Pemkot Bekasi berencana akan membuka lelang untuk sebanyak 50 titik.
"Saya minta teman-teman pengusaha kalau bisa berinvestasi di kota bekasi pengusaha di bidang perparkiran. Silahkan ikut tender, terbuka ini," himbaunya.
Sementara sistem mesin parkir yang tidak optimal digunakan masyarakat, hal tersebut merupakan sepenuhnya tanggung jawab pengelola parkir.
"Nanti biar mereka yang atur supaya masyarakat bisa menggunakan mesinnya. Apakah menyediakan uang kertas yang bagus atau cara lainnya," tandasnya.