Rabu 13 Jan 2016 08:56 WIB

Sikap MK Batasi Gugatan Sengketa Dinilai Merusak Kualitas Pilkada

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Bayu Hermawan
Sidang panel I perkara perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah 2015 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (7/1).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sidang panel I perkara perselisihan hasil pemilihan (PHP) kepala daerah 2015 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (7/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sikap Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat dua persen pengajuan sengketa dinilai telah merusak kualitas pemilihan kepala daerah (Pilkada). Sebab, MK saat ini tengah menangani ratusan sidang sengketa hasil pilkada serentak 9 Desember 2014 lalu.

"Artinya jika dengan dasar MK harus tunduk pada ketentuan Pasal 158 UU Pilkada lalu, itu mengabaikan kecurangan-kecurangan yang nyata terjadi dalam penyelenggaraan pilkada yang berakibat rusaknya kualitas pilkada serta runtuhnya proses demokrasi dalam penyelenggaraan pilkada,'' kata Sekjen Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) Achmad Saifudin Firdaus.

Menurut Saifudin, pelaksanaan pilkada telah diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang mengatakan bahwa Pemilihan kepala daerah dipilih secara Demokratis. Maka sejatinya MK sebagai 'The Guardian of The Constitution' telah mengkhianati amanat konstitusi itu sendiri.

Ia juga mengkiritik sikap Ketua MK Arif Hidayat, yang bersikeras tidak mau memproses sengketa pilkada jika selisih suaranya tidak 0,5 persen sampai dua persen. Sebab, MK hanya mengacu pada UU yang berlaku.

"Pernyataan Ketua MK tersebut mengakibatkan MK terjebak dalam keadilan prosedural dimana seharusnya kedudukan MK sebagai The Guardian of The Constitution menjadi turun tingkatannya hanya sebagai corong undang-undang, hal ini merupakan preseden buruk bagi perjalanan MK ke depan," jelasnya.

Padahal, lanjut dia, secara konsep hakim bukan sekedar corong undang-undang, tetapi dalam situasi tertentu ia dapat melampaui undang-undang atau dapat menerobos undang-undang, dengan mengedepankan prinsip-prinsip kemanusiaan atau HAM untuk menemukan hukum baru yang dapat menyelesaikan permasalahan hukum yang sedang ditanganinya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ يَوْمَ لَا يُخْزِى اللّٰهُ النَّبِيَّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۚ نُوْرُهُمْ يَسْعٰى بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَاغْفِرْ لَنَاۚ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

(QS. At-Tahrim ayat 8)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement