REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat intelijen dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, menyebut pemerintah sebenarnya tak kecolongan dengan peristiwa serangan Sarinah. Menurutnya, serangan ini sudah diprediksi dengan serangkaian pengungkapan dan penangkapan yang terjadi sejak dua bulan lalu di sejumlah daerah.
"Sayangnya, prediksi ini tidak dibarengi peningkatan kewaspadaan yang signifikan," kata Fahmi, lewat pesan singkatnya pada Republika.co.id, Kamis (14/1).
Dia menduga, kesuksesan serangkaian pengungkapan dan penangkapan kemarin membuat aparat lengah sehingga terfokus pada informasi-informasi para tersangka. Sementara, ancaman teror lain tetap masih ada. Sebab, pelaku teror lainnya yang terjepit merasa perlu melakukan semacam aksi balasan yang bisa saja bergeser dari rencana awal.
Di sisi lain, Fahmi menilai, aparat di lapangan juga kurang dibekali informasi yang cukup soal situasi dan kondisi ancaman. Akibatnya, cara bertindak, pelaksanaan prosedur dan analisis cepat terhadap kemungkinan situasi yang dihadapi, kurang memadai.
"Terutama pada aparat-aparat kepolisian dan penyedia jasa keamanan yang tidak terkait langsung dengan penanganan ancaman teror," ucapnya.
Meski begitu, Fahmi menyebut respons cepat Polri terhadap serangan Sarinah patut diapresiasi. Sebab, dalam waktu yang singkat bisa segera terkonsolidasi untuk membatasi ruang gerak dan meluasnya serangan.