REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Korea Utara (Korut) memperluas program nuklirnya dengan memulai kembali reaktor plutonium dan lebih mengembangkan rudal balistik. Hal tersebut diungkapkan Direktur Intelijen Nasional AS, James Clapper.
Ia mengatakan, menyusul uji coba nuklir ketiga pada 2013, Korut telah mengumumkan niatnya untuk membarui dan memulai kembali fasilitas di kompleks nuklir Yongbyon.
"Pyongyang terus memproduksi bahan fisil dan mengembangkan rudal balistik kapal selam," katanya kepada sebuah komite Senat AS pada Selasa (9/2), dilansir Al Jazirah.
Dalam kesempatan tersebut, Clapper mengatakan kepada para senator tentang laporan tahunan ancaman seluruh dunia. Laporan itu menduga Pyongyang mencoba untuk mengembangkan sistem rudal mobile jarak jauh.
Pada Ahad, Korea Utara yang dipimpin oleh pemimpin Kim Jong-un meluncurkan rudal balistik dan mengirim satelit ke orbit. Satelit yang diluncurkan Korut tersebut telah mencapai orbit stabil tapi tidak mengirimkan data kembali ke Bumi. Peluncuran tersebut sejauh ini gagal meyakinkan para ahli bahwa Korut secara signifikan memiliki teknologi canggih roket.
Peluncuran pada Ahad itu adalah satelit pengamat bumi dan membuat marah Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS). AS bahkan menyebutnya sebagai uji coba rudal, mengikuti uji coba nuklir keempat Korut Januari lalu. "(Satelit) ini sekarang stabil di orbit. Mereka berada di bawah kendali," kata seorang pejabat AS.
Ia mengatakan, peluncuran tidak seperti satelit Korut sebelumnya yang diluncurkan pada 2012. Saat itu satelit tidak pernah stabil. Namun, satelit yang baru diluncurkan ini tidak dianggap transmisi.
Peluncuran terebut membuat AS mengambil sikap tegas. Gedung Putih melaporkan, Presiden AS Barack Obama melakukan panggilan telepon dengan para pemimpin Korea Selatan (Korsel) dan Jepang pada Senin malam. Ia meyakinkan kedua pemimpin negara tentang dukungan Washington dan menyerukan tanggapan internasional terhadap peluncuran.
Obama juga akan membahas 'provokasi' Korut ketika ia menjadi tuan rumah para pemimpin Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di California awal pekan depan.
Sejauh ini, AS mencoba merangkul satu-satunya sekutu utama Korut, Cina untuk bernegosiasi tentang garis besar sanksi resolusi baru PBB terhadap Korut. Resolusi baru tersebut diharapkan akan diterapkan bulan ini.