Rabu 17 Feb 2016 21:10 WIB

Pengamat: Butuh Gerakan Simpatik Tolak Revisi UU KPK

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Karta Raharja Ucu
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melakukan aksi tolak revisi UU KPK di halaman gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/2).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melakukan aksi tolak revisi UU KPK di halaman gedung KPK, Jakarta, Selasa (16/2). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) berujar, gerakan penolakan terhadap revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah masif dilakukan masyarakat. Namun, menurutnya, kendati melakukan unjuk rasa besar-besaran, bukan patokan sebuah aspirasi akan didengarkan DPR RI.

"Mungkin masyarakat yang konsen dalam pemberantasan korupsi dapat membuat sesuatu yang lebih simpatik," kata dia ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/1).

Aksi simpatik tersebut, ia menjelaskan, lebih kepada bagaimana publik menyuarakan dan memperlihatkan pandangannya terhadap pilihan DPR RI. Salah satunya, dengan membuat petisi dan menyampaikan petisi tersebut kepada DPR RI.

"Tadi juga kawan-kawan melakukan treatikal, membawa korek kuping agar kemudian wakil rakyat lebih mendengarkan aspirasi masyarakat. Itu kan menggambarkan pandangan masyarakat terhadap anggota DPR," tutur Feri.

Jika permasalah menyoal revisi UU KPK sudah genting, menurutnya, seluruh elemen masyarakat baik pusat maupun daerah, akan bergerak. Seperti selama ini, sudah banyak gerakan-gerakan yang dilakukan masyarakat.

"Itu menunjukkan pandangan masyarakat di hampir seluruh daerah sama terhadap tindakan DPR," ujarnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi), ia mengatakan, seharusnya sadar dirinya sebagai posisi kunci dalam revisi UU KPK. Sehingga, masyarakat harus meminta ketegasan dari Presiden Jokowi.

Sebab, ujar Feri, selama ini para wakil rakyat di DPR tidak mau mendengarkan aspirasi publik terhadap rencana revisi UU KPK. Buktinya, selama ini publik selalu bersuara di banyak media ihwal penolakan terhadap revisi UU KPK. Namun, sikap antipati terhadap partisipasai publik yang menolak revisi UU KPK selalu ditunjukkan DPR RI.

"Tentu publik membuat langkah-langkah tersendiri, termasuk melakukan aksi. Dan itu dalam demokrasi sangat penting dalam mengawal. Memang semestinta dalam kondisi tertentu, rakyat harus turun dan memerlihatkan aspirasinya itu," tutur Feri menjelaskan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement