REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Luhut Binsar Panjaitan berharap publik untuk tidak berpolemik dulu sebelum DPR melakukan paripurna soal revisi UU KPK. Luhut mengatakan, Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, pun belum bisa bersikap sebelum pertemuan anggota DPR dan Presiden berlangsung siang nanti.
Luhut mengatakan publik boleh saja menolak, namun ia merasa apa yang menjadi dasar revisi tidak untuk melemahkan KPK. Luhut mengatakan, Kemenkopolhukam sudah membuat batas dalam revisi.
(Baca Juga: Pegawai KPK Sebut Sikap Agus Rahardjo Seperti Ksatria)
Jika DPR kemudian merevisi keluar dari empat poin yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah tidak setuju. "Kita tunggu saja dulu. Ini kan inisiatif dari DPR, kan besok paripurnanya, ya kita tunggu dulu. Saya belum bisa berkomentar. Nanti konsultasi dan kita lihat," ujar Luhut di Hotel Grand Sahid, Senin (22/2).
Luhut sebelumnya mengatakan ada empat poin yang menjadi inti usulan pemerintah terkait revisi UU KPK.
1. Dewan Pengawas. Dewan ini sama fungsi nya dengan komisi etik. Mereka akan menegur para pimpinan yang dianggap melanggar etika dalam menjalankan tugas mereka di KPK. Anggota Dewan Pengawas akan dipilih langsung oleh presiden, bukan DPR. Mereka tentunya tokoh-tokoh yang punya kredibilitas, senior, tidak punya ambisi, dan terpercaya. Tidak benar jika dikatakan Dewan Pengawas ini akan mengerdilkan KPK. Presiden dengan tegas menyatakan masih membutuhkan KPK untuk menyelesaikan masalah korupsi di negara kita.
2. Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Hal ini diperlukan karena selama ini KPK tidak punya wewenang menerbitkan SP3. Kalau seorang tersangka itu sudah meninggal atau sakit dan tidak mungkin lagi mengikuti proses hukum harus ada keleluasaan KPK untuk menghentikan kasusnya. Kita tidak ingin KPK dituduh melanggar hak asasi manusia karena hal-hal tersebut. SP3 ini menjadi perangkat KPK untuk menghentikan penyelidikan. Kebijakan tersebut murni menjadi ranahnya ke lima pimpinan KPK. SP3 ini sama sekali tidak untuk melemahkan KPK.
3. Penyadapan. Tindakan penyadapan masih dalam kewenangan KPK, hanya saja kini mereka harus membuat Standar Prosedur Operasi (SOP) yang jelas. Sekarang harus ada prosedurnya tidak seperti dulu lagi, dimana anggota KPK dapat langsung menyadap tanpa aturan internal yang jelas. Penetapan SOP ini sepenuhnya ditentukan oleh KPK. SOP ini dibutuhkan agar tidak terjadi kebablasan dalam melakukan penyadapan, dimana penyadapan dilakukan tanpa koordinasi dan tanggung-jawab yang jelas di lingkungan internal KPK sendiri.
4. Pengangkatan penyidik dan penyelidik independen. Ini adalah permintaan langsung KPK, KPK ingin mempunyai penyidik independen yang bukan berasal dari kepolisian atau kejaksaan. Pemerintah memandang hal ini akan dapat memperkuat kinerja KPK.
(Baca Juga: Diam-Diam Pimpinan KPK Temui Jokowi)