REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris pribadi Dewie Yasin Limpo, Rinelda Bandaso menjalani sidang dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta, Senin (22/2).
Pada persidangan tersebut, Rinelda menjalani persidangan tanpa ada kuasa hukum yang mendampingi. Tidak adanya uang untuk membayar kuasa hukum menjadi alasan Rinelda menghadapi sidang tersebut sendirian.
"Membayar kuasa hukum kan mahal. Saya tidak punya uang untuk membayar kuasa hukum," kata Rinelda. Rinelda pun berencana meminta kuasa hukum kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. "Nanti saya akan minta kepada KPK," ucap Rinelda.
Pada persidangan yang dipimpin Hakim Basir Siregar tersebut, Rinelda didakwa melakukan tindak pidana korupsi bersama dengan Anggota komisi VII DPR RI dari Partai Hanura, Dewie Yasin Limpo beserta staf ahli Dewi, Bambang Wahyuhadi berupa suap sebesar 177,700 Dollar Singapura.
Suap yang dimaksud adalah dalam usulan penganggaran proyek pembangunan infrastruktur Energi Terbarukan di Deiyai, Papua yang dilakukan oleh Kepala Dinas ESDM Kabupaten Deiyai, Papua I Irenius Adii dan Pemilik PT Abdi Bumi Cendrawasih, Setiadi Yusuf.
"Terdakwa (Rinelda) telah secara bersama-sama dengan terdakwa Dewi Yasin Limpo dan terdakwa Bambang Wahyuhadi menerima suap sebesar 177,700 Dollar Singapura," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari KPK, Amir Nurdiyanto.
Dalam kasus tersebut, Rinelda menjadi perantara penerimaan uang suap kepada Dewi Yasin Limpo dari Irenius Adii dan Setiadi Yusuf. Uang suap yang diterima Dewi dimaksudkan agar dapat mengupayakan anggaran dari pemerintah pusat untuk pembangunan pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai.
Uang suap yang diterima Dewi digunakan untuk melicinkan pembahasan anggaran proyek pembangkit listrik di Bumi Cendrawasih. Anggaran dibahas oleh DPR dan Kementerian ESDM selaku mitra kerja Komisi Energi.
Atas perbuatannya tersebut, Rinelda dijerat pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.