REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Perdana Menteri Kamboja Samdeech Hun Sen dituduh membeli follower alias pengikut untuk akun Facebooknya yang kini mencapai tiga juta lebih.
Pengamat mengatakan dia menggunakan media sosial untuk menampilkan wajah Kamboja yang lebih lunak. Pemerintah Kamboja tidak menjelaskan dari mana ratusan ribu "teman" Hun Sen di Facebook berasal. Namun seorang pengamat menyebut hal ini sejalan dengan pola membeli dukungan politik.
Sebastian Strangio, jurnalis yang berbasis di Phnom Penh dan penulis buku Hun Sen's Cambodia, mengatakan peran media sosial dalam pemilu mulai tampak dalam Pemilu Kamboja 2013.
Selama pemilu, kata Strangio, pihak oposisi mendapatkan dukungan besar terutama dari kalangan anak-anak muda melalui internet. "Ketika oposisi tidak diberi ruang dalam media yang dikendalikan pemerintah, pemilih muda ini beralih ke internet dan menghasilkan dukungan besar. Hal ini mengejutkan CPP," katanya.
Namun Strangio mengatakan Partai Rakyat Kamboja (CPP) segera bangkit dan PM Hun Sen pun mulai bermain media sosial. "Dia banyak menghabiskan waktu untuk swafoto dan foto-foto keluarganya untuk postingan di FB. Hun Sen mencoba menggunakan Facebook untuk menampilkan citra lunak rakyat Kamboja serta citra lunak dirinya sendiri," katanya.
Strangio mengatakan popularitas Hun Sen langsung meledak.
"Dari sekitar satu juta follower kini sudah lebih dari tiga juta, jauh mengalahkan saingannya Sam Rainsy. Hal ini menimbulkan kecurigaan dan keraguan apakah follower itu nyata atau cuma dibeli," kata Strangio.
Keraguan itu dipicu oleh sebuah berita yang dimuat dalam surat kabar Phnom Penh Post. Surat kabar ini menggunakan analisa data media sosial dari situs Social Bakers.
Ternyata banyak follower Hun Sen berasal dari negara lain seperti India, Thailand, dan Filipina. Phay Siphan, juru bicara pemerintah Kamboja mengatakan, "tidak ada gunanya membeli pengikut untuk akun FB sebab yang paling penting adalah hasil pemilu".
Baca juga: 22 Ribu Identitas Militan ISIS Dibocorkan ke Media