REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah mempertanyakan tewasnya seorang warga terduga teroris Siyono (39 tahun) usai ditangkap Densus 88. Sebab, Siyono tidak dalam status tersangka.
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak meminta kepolisian harus bisa membuktikan pernyataan alasan bahwa Siyono tewas akibat kelelahan karena berkelahi dengan Densus 88.
"Alibi pihak kepolisian itu harus dibuktikan dengan independen," kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (13/3). (Baca: Pengakuan Keluarga Saat Siyono Ditangkap Densus 88).
Dahnil yang juga menjabat sebagai President Religion for Peace Asia and Pacific interfaith Youth Network (RfP-APIYN) menuturkan, selama ini kerja Densus 88 sama sekali tidak bisa diverifikasi pertanggungjawabannya terhadap terduga terorisme. Bahkan, menurutnya, banyak terduga terorisme yang potensial membuka tabir gerakan radikalisme di Indonesia, justru berunjung pada kematian.
Pemuda Muhammadiyah atas nama hak asasi manusia (HAM) mendesak Presiden Joko Widodo membentuk tim independen khusus untuk menyelidiki kematian Siyono. "Kami duga ada pelanggaran hak asasi manusia dan tidak profesionalnya Densus 88," katanya.
Sebelumnya, Karopenmas Polri, Brigjen Agus Rianto mengatakan, terduga teroris Siyono, yang ditangkap pada Selasa (8/3) di Dusun Brengkuan, Desa Pogung, Kecamatan Cawas, Klaten, Jawa Tengah tewas di rumah sakit Bhayangkara Yogyakarta. (Polri Klaim Terduga Teroris Siyono Tewas di Rumah Sakit).
Agus membantah bahwa Siyono tewas saat menjalani pemeriksaan. Ia menjelaskan, usai melakukan penggeledahan pada 9 Maret 2016, di perjalanan, Siyono menyerang anggota yang mengawal. Akhirnya, terjadi perkelahian di dalam mobil yang ditumpanginya.
"Setelah situasi dapat dikendalikan, tersangka kelelahan dan lemas. Anggota kemudian membawa ke RS Bhayangkara untuk diperiksa," katanya.