REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto di rumah tahanan Polres Metro Jakarta Pusat setelah diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji oleh anggota DPR dalam proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Untuk kepentingan penyidikan, penyidik KPK menahan tersangka BSU (Budi Supriyanto) untuk 30 hari pertama dan dititipkan di rumah tahanan Polres Metro Jakarta Pusat," kata pelaksana harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK Jakarta, Selasa.
Budi yang keluar dari gedung KPK setelah diperiksa penyidik selama 4 jam tersebut tampak memakai rompi tahanan warna oranye dan bergegas masuk ke mobil tahanan KPK tanpa berkomentar mengenai pemeriksaan maupun penahanannya tersebut meski dicecar oleh wartawan.
Penyidik KPK menjemput paksa politisi asal Jawa Tengah itu dari RS Muhammadiyah Roemani Semarang hari ini setelah pada pemanggilan Kamis (10/3) dan Senin (14/3) Budi tidak datang ke KPK. Pada panggilan pertama Budi, melalui kuasa hukumnya, Budi hanya mengantarkan surat keterangan sakit dari RS Roemani Muhammadiyah Semarang untuk menjalani istirahat selama tiga hari tanpa ada diagnosa penyakit.
"Kami konfirmasi ke rumah sakit, tapi tidak ada diagnosis atas penyakit dan sesuai KUHAP kita sudah dua kali pemanggilan dan ternyata tidak datang juga tanpa alasan jelas, jadi dilakukan jemput paksa," kata Yuyuk.
Dalam perkara ini, Direktur PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir diketahui mengeluarkan uang 404 ribu dolar Singapura agar PT WTU mendapat proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dana aspirasi DPR di provinsi Maluku yang dicairkan melalui Kementerian PUPR. Pada 2016, di wilayah II Maluku yang meliputi Pulau Seram akan ada 19 paket pekerjaan yang terdiri dari 14 jalan dan 5 jembatan dan masih dalam proses pelelangan.
Uang tersebut sebesar 99 ribu dolar Singapura diberikan kepada anggota Komisi V dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti melalui dua rekannya Julia Prasetyarini serta Dessy A Edwin.
Sedangkan 305 ribu dolar Singapura diberikan kepada anggota Komisi V dari Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto. Budi pernah melaporkan uang tersebut kepada Direktorat Gratifikasi KPK pada 1 Februari 2016 tapi ditolak karena menyangkut tindak pidana korupsi yang ditangani KPK.
Abdul Khoir sendiri akan segera disidang sedangkan Budi belum pernah diperiksa KPK sebagai tersangka hingga saat ini.
Damayanti, Dessy dan Julia disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Sedangkan, Abdul Khoir disangkakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.