JAKARTA -- Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kemendesa Ahmad Erani menyatakan ada perbedaan paradigma pemberdayaan masyarakat dalam PNPM dengan UU No 6/2014 tentang Desa. Perbedaan inilah yang membuat UU Desa tidak memuat nomenklatur khusus tentang pendamping desa dari eks fasilitator PNPM.
“Paradigma pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang dimiliki oleh PNPM berbeda secara diametral dengan paradigma pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang dianut UU Desa,” ujar Ahmad Erani di Jakarta, kemarin.
Dia menjelaskan dalam program PNPM, fasilitator desa memainkan fungsi sentral sebagai pengendali proyek. Di sini masyarakat desa hanya sebagi objek yang harus menyukseskan program PNPM.
Masyarakat desa harus tunduk dan patuh pada petunjuk teknis operasional (PTO) yang dibuat oleh konsultan nasional. Jika tidak patuh pada PTO, fasilitator biasanya akan mengancam dana proyek tidak akan cair.
“Paradigma ini berbeda dengan paradigma pemberdayaan dan pembangunan yang diamanatkan oleh UU Desa,” ujarnya.
Lebih Jauh Erani mengatakan dalam paradigma pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa UU Desa, pendamping merupakan fasilitator untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat. Di sini masyarakat menjadi subjek untuk merumuskan kebutuhan, sekaligus mewujudkannya dalam program-program.
“Oleh karena itu proses rekruitmen harus dilakukan agar lahir pendamping desa yang sesuai dengan paradigma pemberdayaan yang terkmaktub dalam UU Desa,” ujarnya.