REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Divisi Propam Polri akan memeriksa Detasemen Khusus (Densus) 88 atas kematian Siyono. Namun, banyak pihak meragukan independensi Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) yang merupakan bagian dari Polri.
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Miko Ginting, meragukan pemeriksaan Propam Polri atas kematian terduga teroris asal Klaten, Siyono. Menurut Miko, kematian Siyono merupakan penyiksaan yang berujung kematian dan masuk sebagai tindak pidana.
"Pemeriksaan di Propam tidak cukup, penyiksaan berujung kematian itu tindak pidana," kata Miko, Jumat (1/4). (Komnas HAM: Keluarga Siyono Minta tak Ada Intimidasi).
Untuk itu, ia meminta kasus kematian Siyono dibawa ke dalam jalur hukum sehingga bisa diperjelas dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dan hukuman bagi pelaku. Terlebih, status Siyono ketika ditangkap masih sebagai terduga dan bukan tersangka.
Miko menegaskan, status terduga tidak ada dalam nomenklatur hukum di Indonesia, apalagi Siyono dikembalikan ke keluarga dalam kondisi tidak bernyawa. Ia menilai penangkapan seseorang yang sudah mendapat status tersangka di Indonesia harus dilengkapi surat penangkapan.
Ia menekankan, kematian Siyono menambah panjang deretan penyiksaan berujung kematian yang menimpa orang-orang terduga tanpa status tersangka. Maka itu, ia berharap ada penindakan yang tegas kepada Densus 88, agar tidak ada lagi Siyono yang malang.
Baca:
- Komnas HAM: Keluarga Berhak Tahu Penyebab Kematian Siyono
- Dilema Pak Kades Hadapi Autopsi Jenazah Siyono
- PBNU Berharap Kasus Siyono Terungkap
- Jika Terbukti Intimidasi Keluarga Siyono, Komnas HAM akan Tuntut Aparat Desa
- Tolak Autopsi Siyono, Komnas HAM akan Investigasi Kepala Desa