REPUBLIKA.CO.ID, PERTH -- Pengamat terorisme Sydney Jones mengatakan kelompok teroris di Indonesia saat ini mengalihkan fokus perhatian mereka kepada sasaran domestik, terutama aparat keamanan dan orang asing yang ada di Indonesia. Hal itu disebabkan karena kian sulitnya akses ke Suriah.
Berbicara pada Asia Research Centre di Murdoch University di Perth pekan lalu, Sydney Jones menambahkan dalam 2,5 tahun belakangan, kelompok teroris ini fokus pada upaya mereka pergi ke Suriah untuk terlibat dalam konflik di sana.
"Sebelumnya, seluruh energi mereka dikerahkan untuk mencari cara bagaimana supaya bisa pergi ke Suriah dan bergabung dengan ISIS di sana. Saat ini semakin sulit untuk ke Suriah sebab perbatasan Turki semakin diperketat, serta pemerintah Indonesia semakin waspada sehingga semakin banyak penangkapan. Pesan dari kelompok teroris adalah jika tidak bisa pergi ke Suriah, alihkan sasaran ke dalam negeri," ujar Sydney Jones yang kini memimpin Institute for Policy Analysis of Conflict, LSM yang berbasis di Jakarta.
Menurut dia, kelompok teroris di Indonesia saat ini mencontoh dan sering menerima petunjuk dari ISIS di Suriah.
"Makanya kegiatan kelompok ini semakin aktif di Indonesia dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya dalam 10 tahun ini," ujarnya.
Aksi pengeboman di Jakarta pada Januari lalu, yang menewaskan delapan orang merupakan bentuk serangan teror yang terinspirasi oleh ISIS. "Serangan di Jakarta terjadi karena orang-orang ini ingin mencontoh serangan di Paris," ujar Sydney.
Dia mengatakan serangan itu sendiri sangat tidak prefesional dan malah konyol sebab kelompok teroris pelakunya kekurangan dana dan pelatihan. Namun Sydney mengingatkan, jika bicara terorisme sebaiknya tidak saja memikirkan bentuk serangan kepada sasaran seperti tempat-tempat umum atau hotel.
"Jangan hanya pikir mereka akan menyerang Starbucks. Kita juga harus berpikir bisa saja ada orang yang menyerang dengan pisau dan mengejar orang asing," katanya.
Dia menjelaskan, sasaran utama kelompok teroris di Indonesia saat ini adalah aparat kepolisian, namun orang asing utamanya yang bergabung dalam koalisi pimpinan AS tetap merupakan sasaran.
"Itu termasuk orang Amerika, Australia dan warga negara lain yang terlibat koalisi," katanya. "Sayangnya hal ini sering diartikan siapa saja yang berkulit putih."
Pada Februari lalu, Deplu Australia (DFAT) mengeluarkan peringatan kemungkinan serangan teroris yang sangat dekat sehingga meminta warganya untuk berhati-hati melakukan perjalanan ke Indonesia termasuk ke Bali.