Jumat 29 Apr 2016 02:00 WIB

Paket Kebijakan ke-XII Memangkas Perizinan yang Tidak Diperlukan

Darmin Nasution
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Darmin Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali mengumumkan paket kebijakan untuk memuluskan kemudahan berusaha. Melalui paket ke XII ini pemerintah akan memangkas sejumlah izin, prosedur, waktu, dan biaya untuk kemudahan dan berusaha di Indonesia.

Menteri Koordinator (Menko) Perekonomia Darmin Nasution mengatakan, sebelumnya dalam rapat kabinet terbatas, Presiden Joko Widodo menekankan pentingnya menaikkan peringkat Ease of Doing Business (EODB) atau Kemudahan Berusaha Indonesia hingga ke posisi 40.

Untuk itu harus dilakukan sejumlah perbaikan, bahkan upaya ekstra, baik dari aspek peraturan maupun prosedur perizinan dan biaya, agar peringkat kemudahan berusaha di Indonesia, terutama bagi usaha mikro, kecil dan Menengah (UMKM)

Hasilnya, Kemenko Perekonomian dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melakukan

Sejumlah langkah perbaikan yang dituangkan dalam Paket Kebijakan Ekonomi XII.

“Ini paket yang besar dan penting dengan cakupan yang luas,” ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution, Kamis (28/4).

 

Darmin menjelaskan, Bank Dunia menetapkan 10 indikator tingkat kemudahan berusaha. Masing-masing adalah memulai usaha (Starting Business), perizinan terkait pendirian bangunan (Dealing with Construction Permit), pembayaran pajak (Paying Taxes), akses perkreditan (Getting Credit), penegakan kontrak (Enforcing Contract), penyambungan listrik (Getting Electricity), perdagangan lintas negara (Trading Across Borders), penyelesaian perkara kepailitan (Resolving Insolvency), dan perlindungan terhadap investor minoritas (Protecting Minority Investors).

 

Dari ke-10 indikator itu, total jumlah prosedur yang sebelumnya berjumlah 94 prosedur, dipangkas menjadi 49 prosedur. Begitu pula perizinan yang sebelumnya berjumlah 9 izin, dipotong menjadi 6 izin.

 

Jika sebelumnya waktu yang dibutuhkan total berjumlah 1,566 hari, kini dipersingkat menjadi 132 hari. Perhitungan total waktu ini belum menghitung jumlah hari dan biaya perkara pada indikator Resolving Insolvency karena belum ada praktik dari peraturan yang baru diterbitkan.  

 

"Meski survei Bank Dunia hanya terbatas pada wilayah Provinsi DKI Jakarta dan Kota Surabaya, pemerintah menginginkan kebijakan ini bisa berlaku secara nasional," lanjut Darmin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement