REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernyataan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang tentang hubungan korupsi dan kejahatan dengan orang-orang cerdas mendapat kritikan.
Apalagi, Saut mengaitkannya dengan contoh alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) minimal Latihan Kader (LK) I pada salah satu stasiun televisi swasta, Kamis (5/5) malam.
"Terdengar sangat tidak tepat dan patut. Memberi contoh dengan institusi HMI seperti menyepelekan masalah dan bahkan berpotensi menyudutkan organisasi besar mahasiswa ini," kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti di Jakarta, Jumat (6/5).
Menurut dia, perumpamaan generalis seperti itu akan mereduksi banyak hal. Selain bahwa generalisasi itu tak berbasis fakta, hal tersebut juga seperti mengabaikan fakta lain bahwa dari organisasi besar inilah lahir tokoh-tokoh besar antikorupsi seperti Abdullah Hehamahua, Chandra Hamzah, dan Bambang Widjojanto.
"Di luar mereka yang terkait langsung dengan KPK, aktivis antikorupsi yang lahir dari rahim organisasi ini juga tak terhitung jumlahnya, baik di tingkat nasional maupun di daerah," ujar Ray.
Lebih dari itu, kata dia, tentu saja pengkaderan-pengkaderan mahasiswa di manapun adanya, pasti tidak dimaksudkan untuk melahirkan para koruptor. Alih-alih mendukungnya, bahkan pada modul-modul pelatihan organisasi ekstramahasiswa, jelas terkandung materi dengan basis teologis dan idiologis antikorupsi.
Memang hasilnya yang tak selalu menunjukan positif merupakan persoalan yang kiranya tak selalu tunggal. Di sinilah penyebutan contoh kecerdasan dan kejahatan dengan LK I HMI sebagai kekeliruan fatal.
"Sekalipun disebut sekilas tapi jelas jika tak ada bantahan akan dapat menjadi sumber asumsi yang tak terkontrol," ujarnya.