REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) memfokuskan anggaran untuk mengembangkan daerah perbatasan dan pulau terluar menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Dirjen Pengembangan Daerah Tertentu (PDTu) Kemendes PDTT Suprayoga Hadi di Jakarta, Rabu, mengatakan upaya tersebut akan terus dilakukan agar target pemerintah untuk mengentaskan 80 dari 122 daerah tertinggal dapat segera terealisasi.
"Tahun 2015, PDTu mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp1,5 triliun, yang Rp1,2 triliun kita gunakan untuk wilayah perbatasan dan pulau terluar. Ini masih kita anggap sebagai prioritas, dan akan terus dilanjutkan hingga target mengentaskan 80 daerah tertinggal di akhir Tahun 2019 tercapai," kata Yoga.
Menurut dia, keterlibatan Indonesia dalam MEA, menjadikan daerah perbatasan sebagai wilayah sentral yang harus dijaga dengan ketat. Maka, pengembangan daerah tidak hanya dilakukan melalui pendekatan keamanan dan kesejahteraan, namun juga mengedepankan aspek pertumbuhan.
"Kita sering menemukan bahwa daerah perbatasan dianggap tidak memiliki potensi. Padahal kita menghadapi MEA, di mana yang paling terpapar adalah perbatasan dan pulau terluar. Nanti bisa dicaplok oleh yang lain," ujar dia.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa aspek pembangunan khususnya bagi daerah kepulauan kecil masih sangat memprihatinkan. Dari sisi sarana pendidikan misalnya, rata-rata jarak yang harus ditempuh siswa menuju Sekolah Dasar (SD) mencapai 6,80 kilometer (km), dan 12,14 km untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Sementara itu, berdasarkan Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Nasional (SPM), standar jarak tempuh untuk SD tiga km, dan enam km untuk SMP. Kondisi ini sangat jauh ketimpangannya.
Tidak hanya itu, persentase daerah beraspal di daerah tertinggal kepulauan sebesar 12,28 persen. Begitu juga dengan elektrifikasi dan ketersediaan sarana informasi, yang masih jauh dari rasio elektrifikasi nasional.
"Rasio elektrifikasi di daerah terpencil kepulauan hanya sebesar 70,21 persen, jauh dari rasio elektrifikasi nasional yang mencapai 96,08 persen. Juga masih terdapat 60,85 persen yang tidak terjangkau sinyal seluler," katanya.
Untuk mendorong pengentasan pulau terkecil dan terluar tersebut, menurutnya, dibutuhkan peran serta seluruh elemen masyarakat termasuk akademisi, terutama dalam mengembangkan aspek sumber daya manusia di daerah perbatasan. Di mana, Indonesia memiliki 41 Kabupaten/Kota yang berada di wilayah perbatasan, dan 28 kabupaten yang berada di pulau kecil terluar.
"Pengembangan ekonomi lokal akan optimal jika Sumber daya manusianya bagus, kemudian bagaimana agar bisa menggunakan teknologi tepat guna dengan baik. Di sinilah peran akademisi untuk dapat berpartisipasi aktif," ujar dia.