Selasa 28 Jun 2016 11:03 WIB

Setelah Brexit, Kekerasan Terhadap Muslim Inggris Meningkat

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Teguh Firmansyah
Muslimah Inggris
Foto: in-islam.com
Muslimah Inggris

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Muslim Inggris mulai merasakan ketakutan pascakeputusan referendum British Exit. Seperti dikutip Independent pada Senin (27/6), komunitas Muslim bisa menerima perlakukan kebencian lebih parah dari biasanya.

Disebutkan banyak perempuan Muslim yang kini takut beraktivitas sehari-hari. Pasalnya, laporan terbaru menunjukan adanya kemungkinan peningkatan isu rasial usai hasil Brexit.

Survei tahunan oleh kelompok monitor kebencian dan anti-Muslim, Tell MAMA menunjukan peningkatan insiden melawan Muslim mencapai 326 persen tahun lalu. Sementara kelompok Dewan Muslim Inggris mengatakan ada sekitar 100 aksi berlatar kebencian per pekannya.

Para pemimpin politik, David Cameron dan Jeremy Corbyn telah menyuarakan kekhawatiran di dewan pada Senin. Sementara perwakilan Partai Buruh, Harriet Harman mengatakan kini tanda-tanda musim rasial mulai terbuka.

Menurut National Police Chiefs Council, serangan verbal pada kelompok minoritas meningkat 57 persen dalam beberapa hari terakhir. Tell MAMA menyangkal peningkatan ini karena referendum Brexit.

Menurut mereka, hal ini dipicu oleh insiden terorisme. Survei menemukan aktivis kanan jauh seringkali berada di balik insiden penyerangan di daring. Banyak kasus berlanjut di kehidupan nyata.

Aksi kebencian ini biasanya terjadi di sekolah, kampus, restoran hingga transportasi publik. Total jumlah kasus pada 2015 tercatat 437 insiden. Tahun sebelumnya, tercatat 146 kasus. Sebagian besar terjadi pada perempuan Muslim karena mereka lebih terlihat.

Baca juga, Muslim Inggris Khawatir dengan Hasil Brexit.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement