REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan setiap upaya pembebasan sandera warga negara Indonesia (WNI), baik di Malaysia maupun Filipina selalu penuh dengan risiko, sehingga Pemerintah berharap keluarga korban dan masyarakat mempercayakan kepada Pemerintah.
"Setiap tindakan itu punya risiko, kalau bernegosiasi seperti apa yang dilakukan maka risikonya (pembajakan) berulang. Kalau sama sekali tidak ada negosiasi, maka risikonya jiwa. Nah, sekarang pilihannya mau apa? Jadi masyarakat harus tahu ini, tidak ada yang tanpa risiko," kata Wapres Jusuf Kalla di Istana Wapres Jakarta, Selasa (12/7).
Wapres menjelaskan selama ini Pemerintah Indonesia dan pihak pengusaha memang bersikap terlalu toleran dan permisif dalam upaya membebaskan sandera WNI, yang dalam satu tahun terakhir beruntun terjadi di perairan FIlipina dan Malaysia. Namun, upaya permisif Pemerintah Indonesia itu dilakukan semata-mata untuk mengutamakan keselamatan para korban yang diduga disandera oleh kelompok Abu Sayyaf.
Upaya permisif yang dimaksud antara lain dengan melakukan komunikasi multiarah kepada pihak-pihak terkait dengan berbagai macam cara. "Ya itu ternyata sama dengan teori pembajakan yang lain, bahwa kalau ditoleransi maka pembajakan itu akan menimbulkan pembajakan berikutnya. Tetapi sekali lagi saya tekankan, apa pun itu, setiap tindakan punya risiko," ujarnya.
Kelompok bersenjata yang diduga berasal dari Filipina kembali menyandera warga negara Indonesia yang bekerja di Lahad Datu Negeri Sabah, Malaysia yang dilaporkan oleh majikannya bernama Chia Tong Lim, warga negara Malaysia. Chia Tong Len kepada kepolisian negara itu, Ahad, melaporkan sekitar pukul 04.17 waktu setempat bahwa pekerjanya yang berkewarganegaraan Indonesia tersebut sedang menangkap ikan menggunakan kapal miliknya di perairan Kawasan Felda Sahabat Tungku, Lahad Datu.
Ia mengungkapkan, kejadiannya sekitar pukul 12.00 waktu negara itu, saat kapal miliknya dengan anak buah semuanya WNI itu didatangi sebuah speedboat berukuran panjang dengan lima orang penumpang membawa senjata laras panjang. Tidak lama kemudian, kata dia, tiga orang dari tujuh anak buah kapal (ABK) yang dipekerjakan tersebut langsung dibawa oleh kelompok bersenjata yang diduga ada hubungannya dengan kelompok bersenjata Abu Sayyaf asal Filipina.
Sedangkan empat lainnya masing-masing seorang WNI dan tiga warga Filipina asal Suku Bajau Palauh telah dilepaskan bersama kapal yang digunakan menangkap ikan dengan nomor lambung LD113/5/F saat ini telah berada di Pelabuhan Lahad Datu.
Baca juga: Tiga WNI Korban Penyanderaan Berasal dari Flores Timur