Ahad 17 Jul 2016 18:29 WIB

Prancis Anggap Rencana Pembersihan Turki Langgar Demokrasi

Warga mengibarkan bendera Turki saat berkumpul di Lapangan Taksim, Sabtu, 16 Juli 2016. Warga turun ke jalan menolak aksi kudeta terhadap Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Foto: AP Photo/Emrah Gurel
Warga mengibarkan bendera Turki saat berkumpul di Lapangan Taksim, Sabtu, 16 Juli 2016. Warga turun ke jalan menolak aksi kudeta terhadap Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Menteri Luar Negeri Prancis menegaskan gagalnya kudeta di Turki tidak memberi alasan bagi negara tersebut untuk melakukan 'bypass' terhadap prinsip demokrasi. Ia menyebut Presiden Turki Tayyip Erdogan menjadikan kudeta sebagai cek kosong untuk mengubah prinsip demokrasi.

"Kami ingin aturan hukum berlaku penuh di Turki," ujar Menlu Prancis Jean-Marc Ayrault. "Kudeta bukan cek kosong bagi Erdogan, tidak boleh ada upaya pembersihan, aturan hukum harus berjalan."

Ia mengatakan para menteri Eropa akan menegaskan kembali pernyataannya itu pada Senin ketika mereka bertemu di Brussel. Turki disebutkannya harus mengikuti aturan prinsip demokrasi Eropa, dikutip dari Reuters.

Pascakudeta militer Jumat (15/7) lalu, Turki melancarkan pembersihan terhadap tentara dan pejabat peradilan yang diduga terkait dengan penggulingan pemerintahan. Hampir 3.000 tentara telah ditangkap dan 2.700 hakim dipecat.

Perdana Menteri Binali Yildrim mengatakan pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan pada Sabtu (16/7) malam, telah menahan 2.839 personel militer. Badan peradilan tinggi Turki HSYK juga telah memberhentikan 2.745 hakim.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement