REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memproyeksikan laju inflasi pada bulan Juli 2016 akan rendah. Meski pada pekan pertama dan kedua inflasi mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung menyebutkan, pada pekan pertama dan kedua Juli 2016 inflasi berada pada 1,2 persen (mtm) dan 1,128 persen (mtm), atau mengalami kenaikan dibandingkan inflasi Juni 2016 yang berada pada posisi 0,66 persen (mtm).
"Inflasi pekan kedua Juli 2016 1,128 persen ada perbaikan dibandingkan pekan pertama 1,2 persen (mtm). Memang masih cukup tinggi, tapi di pekan ketiga dan keempat akan lebih rendah lagi," ujar Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Juda Agung di Gedung Bank Indonesia, Kamis (21/7).
Juda menjelaskan, meningkatnya inflasi pekan pertama dan kedua Juli 2016 disebabkan karena pada pekan pertama terjadi kenaikan tarif angkutan umum, gangguan distribusi dan kemacetan di pintu tol Brebes Exit.
Hal tersebut yang mempengaruhi harga-harga komoditas pangan seperti cabai, yang sempat naik 32 persen di pekan pertama, dan mempengaruhi inflasi dari komponen harga pangan bergejolak (volatile food). Kendati begitu pada pekan selanjutnya, inflasi diyakini akan turun.
Dengan ini Juda menegaskan, BI masih optimis bahwa Inflasi tahun ini akan tetap berada pada kisaran sasaran inflasi 2016, yaitu 4 plus minus 1 persen. "Perkembangan inflasi inti tersebut sejalan dengan masih terbatasnya permintaan domestik, menguatnya nilai tukar rupiah dan terkendalinya ekspektasi inflasi," katanya.
Sebelumnya pada bulan Juni 2016 Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dirilis Bank Indonesia (BI) mencatat inflasi Juni 2016 sebesar 0,66 persen secara bulan ke bulan (mtm) atau 3,45 persen secara tahunan (yoy).
Inflasi ini merupakan terendah dari inflasi pada bulan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, sehingga diyakini dapat mendorong inflasi rendah di akhir tahun.