REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah menyiapkan peraturan menteri keuangan untuk mengatur pengalihan dana wajib pajak secara langsung ke sektor riil, dan memastikan dana tersebut dapat berada di dalam negeri minimal selama tiga tahun.
Saat ini baru terdapat dua peraturan dan satu keputusan turunan dari Undang-Undang Pengampunan Pajak, dan belum ada yang mengatur langsung intrumen penampung dana untuk sektor riil. "Aturan baru nanti khususnya bagaimana memastikan dana tersebut dapat dilock-up (dikunci) selama tiga tahun di sektor riil," kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida usai rapat koordinasi lanjutan mengenai instrumen dana repatriasi di Jakarta, Selasa (2/8).
Nurhaida mengatakan pihaknya dan pemerintah akan meminta kesiapan bank persepsi dan juga manajer investasi untuk melakasnakan pengalihan dana repatriasi tersebut ke sektor riil. Misalnya, bank sebagai lembaga intermediasi dan juga manajer investasi diminta mengawasi agar dana repatriasi tersebut disalurkan ke sektor riil, seperti sektor properti.
"Nanti cara mereka untuk mengunci dananya akan kita atur, begitu juga nanti kalau ada perpindahan instrumen," ujarnya.
Dia mengatakan pembahasan hari ini di Kemenko Perekonomian baru tahap awal. Menurutnya, perlu pembahasan beberapa kali lagi untuk bisa merampungkan PMK tersebut. Namun, dia memperkirakan PMK tersebut dapat terbit Agustus 2016 ini.
Direktur Surat Utang Negara Kemenkeu, Loto Srianita Ginting, mengatakan PMK tersebut nantinya juga akan mengatur jenis proyek yang menjadi prioritas penerima aliran dana repatriasi. Kemenko Perekonomian, lanjut dia, akan mengatur dan memberikan daftar proyek prioritas untuk menampung dana repatriasi. Kemungkinan besar dana repatriasi tersebut paling banyak diserap proyek infrastrukur.
"Pak Menko Perekonomian (Darmin Nasution) yang akan samlpaikan pada kami. Sebentar lagi, kami mau kerja cepat untuk yang non keuangan (sektor riil)," ujar dia.