REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi meminta agar syarat remisi untuk narapidana koruptor tidak dipermudah. Hal ini diungkapkan Agus, menyusul rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang memperketat narapidana korupsi, terorisme, dan narkoba dalam mendapatkan remisi.
Diketahui, dalam draf revisi Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan itu ada salah satu syarat yang akan dihilangkan, yakni ketentuan mengenai justice collaborator.
"Ya janganlah, kita ingin memberikan efek jera kepada koruptor," ujar Agus, di gedung Lembaga Administrasi Negara (LAN), Jakarta Pusat, Rabu (10/8).
Menurut Agus, pengurangan syarat remisi tersebut justru tidak mendukung upaya pemberian efek jera kepada koruptor. Agus menilai, sudah saatnya para koruptor diberi hukuman yang membuatnya berpikir ulang untuk berkorupsi. "Ya kalau koruptor, harapan kami jangan ada remisilah," ujarnya.
Bahkan, kata Agus, pihaknya saat ini juga tengah memikirkan usulan hukuman lain bagi koruptor selain hukuman penjara. "Kita sedang berpikir, selain hukuman badan kita ingin kerugian negara dikembalikan, ada denda itu kita terapkan," katanya.
Diketahui, dalam draf Revisi PP tersebut ketentuan justice collaborator sebagai syarat remisi bagi pelaku tindak pidana korupsi, terorisme, dan narkotika dihilangkan. Adapun JC adalah pelaku pidana yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar keterlibatan pelaku lainnya.
Dalam aturan PP tersebut, narapidana khusus korupsi, terorisme, dan narkotika yang akan mendapatkan remisi harus memenuhi beberapa ketentuan, salah satunya menjadi justice collaborator terkait kasusnya.