Selasa 23 Aug 2016 21:21 WIB

Gubernur Sultra Diduga Terima Suap untuk Keluarkan Izin Tambang

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kanan), bersama Plh. Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati memberikan keterangan pers terkait penetapan Gubernur Sultra sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/8)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kanan), bersama Plh. Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati memberikan keterangan pers terkait penetapan Gubernur Sultra sebagai tersangka di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/8)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait izin pertambangan. Nur Alam diduga menyalahgunakan kewenangannya selaku Gubernur Sulawesi Tenggara.

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan Nur Alam telah mengeluarkan sejumlah SK yang diduga tak sesuai aturan terkait izin pertambangan kepada PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sultra.

KPK menduga ada imbal jasa atau kick back yang diterima Nur Alam saat mengeluarkan SK penerbitan usaha tersebut. Saat ini, KPK tengah menelusuri jumlah dugaan imbal jasa tersebut, yang jumlahnya cukup signifikan.

"Untuk memperkaya diri sendiri, itu sedang dihitung tapi kami sudah dapat beberapa bukti transfer, belum bisa mengeluarkan (angka) karena masih diakumulasi tapi jumlahnya cukup signifikan," katanya dalam keterangan persnya di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/8).

Namun, KPK menggunakan informasi transaksi keuangan dari PPATK untuk mengusut hal tersebut. Sementara terkait nilai kerugian negara yang disebabkan oleh perbuatan Nur Alam tersebut, saat ini KPK tengah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan ‎Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Menurut info yang didapat yang sedang dimintakan, tapi belum diberikan info lengkap dari BPKP," ujarnya.

Karena itu, KPK juga tengah melakukan penyelidikan yang intensif kepada pihak pemberi imbal jasa tersebut. KPK masih mencari bukti-bukti yang cukup untuk menjerat pihak pemberi, salah satunya dengan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat.

"Dari sisi pemberi sedang dilakukan penyelidikan yang intensif. Sedangkan statusnya belum bisa kita keluarkan sekarang, karena hasil penggeledahan masih di lapangan sehingga belum bisa melaporkan apa saja dokumen yang diambil," kata Laode.

Adapun KPK menetapkan tersangka bagi Nur Alam lantaran diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi lantaran mengeluarkan sejumlah SK terkait pertambangan yang tak sesuai aturan.

Diantaranya, SK persetujuan pencadangan wilayah pertambangan eksplorasi, SK persetujuan izin usaha pertambangan, eksplorasi dan SK persetujuan peningkatan izin usaha pertambangan ekslorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT AHB (Anugerah Harisma Barakah), selaku perusahaan yang melakukan penambangan nikel di kabupaten Buton dan Bombana Sulawesi Tenggara.

"SK diduga tidak sesuai dengan aturan yang berlaku," ujar Syarif.

Atas perbuatannya tersebut, NA disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana mana diubah dengan UU nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement