REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum PBNU, KH Hasyim Muzadi mengaku telah mengakaji fenomena Dimas Kanjeng Taat Pribadi secara runtut. Namun karena tidak mendapatkan kesimpulan apapun, Hasyim mengajak masyarakat untuk berpikir rasional saja.
"Saya runtut apakah di agama ada pembenaran terhadap fenomena ini," ujar Hasyim dalam diskusi di ILC, padaSelasa (4/9) malam.
Ia pun membedahnya satu per satu. Dalam agama, perdukunan memang dikenal seperti halnya dukun bayi dan dukun pijat. Beberapa bahkan ada yang diberikan kelebihan oleh Allah SWT. Begitu pula ramalan. Ia mengatakan ramalan memang ada tetapi akan menjadi salah kaprah jika ramalan itu digunakan untuk meramal nasib orang.
"Memang ada orang yang diizinkan melihat beberapa ke depan, tapi Allah tidak mengizinkan untuk mengemukakan apa yang diketahuinya," ujar Hasyim.
Selanjutnya ia pun mengkaji fenomena Dimas Kanjeng Taat Pribadi dari segi jenis perdukunan makhluk ghaib. Makhluk ghaib ini menurutnya ada syaitan, malaikat, dan jin. Untuk meminta bantuan atau bekerja sama dengan malaikat tentu saja tidak mungkin, karena malaikat hanya mengikuti perintah Allah. Sedangkan bila bekerja sama dengan syaitan maka syaitan akan meminta upah yang lebih banyak lagi.
"Upahnya bisa dengan mengorbankan binatang bahkan nyawa orang dijadikan sebagai tumbal," jelasnya.
Kemudian bila bekerja sama dengan Jin kata dia memang ada jin muslim dan jin kafir. Namun sambungnya sebaik-baiknya jin tetap saja jin akan minta dirawat oleh tuannya jika tidak ingin keluarganya diganggu.
Selanjutnya apabila mengkaji dari segi karomah, fenomena Dimas Kanjeng Taat Pribadi dianggapnya tak memenuhi syarat untuk itu. Karomah, lanjutnya, hanya dimulai dari kesalehan artinya bukan dimulai dari perbuatan-perbuatan yang tidak benar seperti perbuatan menggandakan uang. Sehingga menurutnya bila disandingkan dengan fenomena Dinas Kanjeng tersebut tidak masuk dalam salah satu kajiannya.
"Fenomena ini, saya tidak menemukan di mana tempatnya," jelas Hasyim.
Oleh karena itu, Hasyim mencoba untuk mengajak masyarakat untuk mengkaji dalam segi rasional saja. Apabila Taat Pribadi memiliki kekuatan mengadakan uang tidak mungkin Taat justru meminjam uang pada orang lain.
"Sekarang kita masuk rasio biasa saja, kalau (Taat) bisa mengadakan uang kenapa uang orang lain yang diminta. Gandakan saja uang sendiri apalagi ada maharnya," kata Hasyim.
Oleh karena itu, apabila secara rasio sudah mampu menjawab namun masih banyak pengikut yang terjebak, menurutnya bahwa ada yang salah dengan kondisi masyarakat Indonesia.
"Sudah tahu begitu tapi pengikutnya banyak. Kesimpulannya masyarakat kita yang sakit," tutur Hasyim.