Jumat 18 Nov 2016 16:27 WIB

Wiranto: Pemerintah Dorong Program Deradikalisasi

Menko Polhukam Wiranto (kiri) berbincang dengan Menko Maritim dan Sumber Daya Luhut Pandjaitan (kanan) sebelum mengikuti acara peluncuran Strategi Nasional Keuangan Inklusif di Istana Negara, Jakarta, Jumat (18/11).
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Menko Polhukam Wiranto (kiri) berbincang dengan Menko Maritim dan Sumber Daya Luhut Pandjaitan (kanan) sebelum mengikuti acara peluncuran Strategi Nasional Keuangan Inklusif di Istana Negara, Jakarta, Jumat (18/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto mengatakan pemerintah gencar mendorong program deradikalisasi. Ini dilakukan dalam menangkal paham radikalisme di tengah masyarakat.

"Para redisivis atau katakanlah pada pelaku nyuri yang pernah sekolah kepada ISIS yang kembali ada suatu program dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme untuk memberikan suatu penyadaran atau pencerahan mereka," kata Wiranto di Jakarta, Jumat (18/11).

Dia menuturkan pada program deradikalisasi, warga yang pernah terlibatd dengan kelompok garis keras ISIS ditampung dan disadarkan kembali untuk mempertebal rasa nasionalismenya. "Diingatkan kembali bahwa mereka juga WNI yang harus menjaga keamanan bersama," tuturnya.

Wiranto mengatakan dalam Undang-undang Terorisme ada dua langkah dalam memberantas terorisme yakni soft approach dan hard approach. "Dalam undang-undang itu ada langkah yang bersifat soft approach berupa pencegahan total dan pencegahan dini. Juga ada hard approach yaitu suatu penanganan yang keras dan kita tujukan bagi para teroris itu," tuturnya.

Dia menuturkan pemerintah akan mengacu kepada undang-undang supaya aparat keamanan tidak melakukan kesalahan dalam menangani terorisme. Untuk itu, dia berharap revisi Undang-undang Terorisme dapat segera dirampungkan sehingga ada penguatan pada penindakan aksi terorisme.

"Makanya saya selalu mengatakan ke DPR ayo segera. Bahkan saya mengatakan bahwa untuk melawan terorisme ini jangan sampai aparat keamanan tangannya diikat. Tangannya diikat itu artinya enggak beli senjata apa-apa. Senjatanya adalah undang-undang, dan kebenaran hukum, keabsahan yang menjamin aparat keamanan tidak disalahkan," tuturnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement