REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan badan usaha swasta diharapkan juga turut berpartisipasi dalam mengembangkan sumber energi panas bumi sebagai pembangkit listrik. Hal ini dalam upaya pemenuhan target 2.300 megawatt dari PLTP pada 2025.
"Arahan Bapak Presiden itu partisipasi masyarakat dan swasta baik swasta nasional maupun swasta asing itu diharapkan. Jadi tidak tergantung pada APBN maupun bergantung pada BUMN semata," kata Jonan usai meninjau PLTP Lahendong di Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara, Sabtu (26/11).
Partisipasi swasta dalam investasi di sektor pembangkit listrik, lanjut Jonan, juga untuk memenuhi proyek 35 ribu megawatt. Namun untuk pembangkit berbasis panas bumi menurutnya memerlukan tantangan yang berbeda dibandingkan membangun pembangkit listrik jenis lainnya yang bisa ditentukan kapasitasnya.
"Memang tantangannya besar. Tantangannya bukan biaya pembangunannya, tapi tantangannya ini kan panas bumi enggak ada yang bisa ngatur, Gusti Allah ini. Misalnya kontrak satu daerah 100 megawatt untuk pembangkit, ternyata setelah dieksploitasi kapasitasnya 70 megawatt," jelas Jonan.
Oleh karena itu pembangunan PLTP memerlukan kebijakan regulasi yang bisa membantu investor agar lebih tertarik berinvestasi di sektor panas bumi. Jonan juga menjelaskan mengenai kebijakan insentif dengan menentukan tarif yang sesuai terkait PLTP. Ia menekankan agar dalam penentuan tarif tersebut berlaku adil bagi produsen listrik, maupun perusahaan yang membelinya dalam hal ini PT PLN (Persero).
"Ini feed in tariff-nya sedang dibahas, mudah-mudahan sebulan jadi. Yang penting dalam pembahasan feed in tariff itu fair untuk semua. Jadi untuk PLN juga fair, nanti PLN jual ke masyarakat harganya juga terjangkau. Sebagai produsen, PLTP-nya juga bisa jalan," kata Jonan. Kebijakan terkait hal tersebut akan diterbitkan dalam waktu dekat dalam bentuk Peraturan Menteri ESDM.