Senin 05 Dec 2016 16:45 WIB

DPRD Pertanyakan Gubernur Sumut tak Tahu Surat Edaran Soal 212

Rep: Issha Harruma/ Red: Bilal Ramadhan
 Pelaksana Tugas (PLT) Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Pelaksana Tugas (PLT) Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi

REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi dinilai telah melakukan kebohongan publik. Hal ini terkait pernyataan Erry mengenai surat edaran Badan Kesbangpol Linmas Sumut yang berujung pencopotan Plt Kepala Badan Kesbangpol Linmas Sumut di hadapan massa aksi Bela Islam III, Jumat (2/12) lalu.

Anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan menilai, Erry telah melakukan kebohongan publik dengan menyatakan dirinya tidak mengetahui perihal kemunculan surat edaran tersebut. Menurut anggota Fraksi PDIP ini, secara administrasi, setiap surat yang dikeluarkan oleh Pemprov untuk pihak eksternal selalu diketahui oleh Gubernur. Apalagi, surat yang sifatnya strategis menyangkut kehidupan masyarakat Sumut.

"Oleh karena itu, pernyataan Gubernur yang menyatakan tidak mengetahui adanya surat edaran itu merupakan kebohongan publik dan hanya mau melempar tanggung jawab kepada Plt Kepala Kesbangpol," kata Sutrisno, Senin (5/12).

Sekretaris Komisi C DPRD Provinsi Sumut ini menilai, bantahan yang dilakukan Erry di hadapan ribuan massa itu telah merendahkan kewibawaan pemerintah. Menurut Sutrisno, pencabutan surat edaran itu merupakan pembangkangan dari Gubernur Sumut terhadap pemerintah pusat.

Hal ini, lanjutnya, dikarenakan surat edaran tersebut dikeluarkan sesuai dengan arahan pemerintah pusat agar aksi 212 berjalan aman, damai dan tertib. Erry pun, dinilai Sutrisno, telah melanggar etika dan sumpah jabatan gubernur karena bertindak melampaui tugas dan kewenangannya dengan menyatakan 'tangkap Ahok'.

Sebagaimana diketahui, Erry memang sempat mengatakan kepada ribuan massa, bila dirinya menyebutkan 'Ahok', maka massa yang hadir menyambut dengan kata 'tangkap'. Menurut Sutrisno, dalam semua aturan perundang-undangan yang mengatur tugas gubernur, tidak satu pasal pun yang mengatur intervensi terhadap hukum.

Dia mengatakan, akan lebih bijaksana, jika gubernur mengajak massa untuk bersama-sama mengawal proses hukum yang sedang dialami Ahok.

"Pernyataan 'tangkap Ahok' yang dinyatakan Gubernur Sumut adalah pelanggaran serius terhadap etika dan sumpah jabatan. Urusan hukum ahok menjadi urusan penegak hukum Polri, Kejaksaan dan Pengadilan. Sebagai wakil pemerintah pusat di Sumut, seharusnya Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi menyampaikan pernyataan sejalan dengan pemerintah pusat sebagai atasannya," kata Sutrisno.

Ia pun meminta agar Menteri Dalam Negeri menegur dan mengingatkan Gubernur Sumut terkait tugas utamanya. Tindakan yang telah dilakukannya, lanjut Sutrisno, tentu harus dipertanggungjawabkan Erry selaku Gubernur Sumut.

Sebelumnya, Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi menyatakan akan mencopot Plt Kepala Badan Kesbangpol Linmas Sumut Zulkifli Taufik. Pencopotan ini terkait surat edaran yang dikeluarkan Badan Kesbangpol Linmas Sumut mengenai antisipasi Aksi Bela Islam III 2 Desember.

Dalam surat itu, Kesbangpol Linmas meminta Kakanwil Kemenag memerintahkan kantor Kemenag di kabupaten/kota menyurati Badan Kenaziran Masjid (BKM) dan khatib solat Jumat serta pimpinan majelis taklim. Mereka diminta memberikan informasi yang menyejukkan umat dan memberikan kepercayaan kepada penegak hukum terkait kasus penistaan agama.

Surat bernomor 300-3022 BKB/D-PM bertanggal 21 November itu ditandatangani Plt Kepala Badan Kesbangpolinmas Sumut Zulkifli Taufik atas nama Gubernur Sumut. Namun, Erry mengaku tidak mengetahui perihal adanya surat itu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement