REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur Kiai Haji Abdussomad Buchori menegaskan pendataan ulama dan kiai di Jawa Timur bertujuan untuk kepentingan silaturahim yang dilakukan Kapolda Irjen Machfud Arifin.
"Itu memang sengaja menjadi bahan untuk silaturahim, untuk sekadar tahu saja. Jadi kalau membuat undangan ketika kapolda atau kapolri datang tidak salah nama," kata dia, usai melakukan Salat Isya bersama Kapolda Jatim Irjen Machfud Arifin, di Masjid Nasional Al Akbar Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (4/2).
Para kiai, kata dia, tidak perlu resah atas pendataan itu. Dirinya juga mengatakan akan menjelaskan kepada para ulama dan kiai se-Jawa Timur. "Saya kira pendataan itu supaya kenal saja. Jadi keinginan Kapolda di Jatim untuk sekadar kenal. Tidak ada pendataan, terus mau diapakan," ujarnya. Abdussomad mengatakan, untuk membangun negara diperlukan ilmu ulama dan sikap adil pejabat. Jika ulama-umara menyatu bersama-sama membangun negara maka negara akan baik.
Kapolda Jatim Irjen Machfud Arifin membantah dalam melakukan pendataan para kiai dan ulama di Jatim menggunakan anggota intel. Kapolres setempat, kata dia, seharusnya yang melakukan pendataan.
"Harusnya kapolres yang menjalankan karena tahu siapa kiai yang sepuh di tempatnya," kata Machfud.
Dia kembali menegaskan bahwa pendataan kiai dan ulama tujuannya hanya untuk bersilaturahim sebagai pejabat baru di Jawa Timur. "Ini dalam rangka saya pejabat baru, kalau mau silaturahim, ke siapa, kemana. Ini supaya diluruskan teman-teman dan jangan dipelintir, tidak ada maksud lain," ujar dia.
Sebelumnya, Machfud Arifin mengunjungi kediaman pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah di Jombang, Jawa Timur, Jumat (3/2). Kunjungan ke Tebuireng tersebut salah satunya untuk meredam umat Islam di Jatim agar tak menggelar aksi ke Jakarta.