Senin 06 Feb 2017 14:43 WIB

Indef: Revisi UU Perbankan Harus Disegerakan

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Karyawati melayani nasabah bank.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawati melayani nasabah bank.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan Undang-Undang (UU) Perbankan tahun 1992 perlu segera direvisi. Hal ini karena pasca krisis 1997 sampai 1997, ada beberapa perubahan secara mendasar.

"Perbankan pasca krisis 1997 1998 seolah memang relatif terjaga dan stabil walaupun tanda kutip. Stabil tapi dalam fragile rentan sekali. Walaupun kesehatan perbankan dianggap cukup aman," ujar Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati, dalam diskusi di Jakarta, Senin (6/2).

Menurutnya, tujuan berekonomi adalah untuk menyejahterakan masyarakat. Maka, secara struktur perumusan UU harus berhubungan dengan tujuan tersebut. "Untuk apa stabilitas terjaga kalau kesejahteraan umum tidak tercapai?," tutur Enny.

Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi sampai hari ini memang menembus 5 persen dan cukup tinggi dibandingkan negara-negara emerging market. Hanya saja pertumbuhan tersebut tidak berkualitas karena terdominasi di sektor tertentu, sehingga ada kesenjangan luar biasa.

Enny mengatakan, Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral merupakan jantung kehidupan. Sedangkan sistem perbankan seperti aliran darah dalam tubuh manusia.

"Nah ini peran dari jantung perekonomian fungsi intermediasi dari perbankan tadi. Maka nanti rumusan dalam RUU (Revisi Undang-Undang) Perbankan harus kembali mengoptimalkan khusus perbankan," jelasnya.

Urgensi RUU Perbankan, kata Enny, tidak sekadar dilatarbelakangi terjadinya fragmentasi kewenangan pengaturan dan pengawasan perbankan ke OJK. Tidak pula disebabkan isu kepemilikan asing maupun konglomerasi pada industri perbankan.

Menurutnya, substansi lebih mendasar yaitu terkait fakta empiris. "Yang paling utama, norma apapun untuk memenuhi kebutuhan kita dan menjawab persoalan yang kita hadapi. Jadi basisnya terlebih dahulu adalah pemetaan persoalan," tutur Enny.

Dirinya memaparkan RUU Perbankan harus mengandung fungsi BI dan perbankan sebagai agen pembangunan, sehingga harus dibangun beberapa prinsip. Di antaranya penciptaan lapangan kerja, peningkatan akses kredit UMKM, prinsip inklusi keuangan secara konkrit, pemerataan akses kredit daerah, pembentukan modal domestik, asas resiprokalitas, dan lainnya.

Hingga kini, RUU Perbankan masih belum menunjukkan progres signifikan. Meski sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas). "Prolegnas doang tapi pembahasan masa sidang belum. Sepertinya nggak niat juga. RUU akan selesai kalau memang sudah mulai dibahas," tambah Enny.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement