REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Anggota Komisi II DPR, Achmad Baidowi menilai, perlu dilakukan penyelidikan mendalam berkaitan dengan ditemukannya kiriman sejumlah KTP elektronik palsu dari Pnom Pehn, Kamboja. Hal ini menyusul temuan Kantor Jenderal Bea dan Cukai Soekarno Hatta atas paket berisi 36 buah KTP, 32 NPWP, sebuah tabungan BCA berisi Rp 500 ribu, dan sebuah ATM.
Menurutnya, perlu diketahui jelas motif dari kiriman yang ditujukan atas nama Leo yang beralamat di Jakarta tersebut. "Pihak terkait harus segera menuntaskan kasus tersebut. Apakah e-KTP tersebut palsu? mengingat sebelumnya juga ada pengiriman KTP-el palsu dari Tiongkok dan Prancis. Maka dari itu, perlu dilakukan kajian mendalam," kata Baidowi dalam keterangannya pada Kamis (9/2).
Menurut dia, persoalan data kependudukan sangat penting. Ia khawatir, jika kasus ini tidak disikapi, maka berpotensi kembali terulang. Apalagi, kata dia, dalam masa-masa mendekati pilkada, kasus kiriman KTP-el ini rawan dikaitkan dengan persoalan politik yang cukup sensitif.
"Lebih jauh lagi, KTP-el tersebut juga rawan disalahgunakan untuk kepentingan lainnya yang melibatkan warga asing, dari hasil kunjungan lapangan Komisi II DPR ke Bea Cukai (Kamis, 9/2), ditemukan fakta bahwa pengiriman KTP-el dari Kamboja memang ada dan ini harus segera dituntaskan penyelidikannya," katanya.
Ia yang turut hadir dalam kunjungan lapangan tersebut menilai, adanya kasus tersebut semestinya bisa menggugah semua pihak untuk terus waspada terhadap modus penyalahgunaan KTP elektronik. Hal ini sekaligus mengingatkan temuan di beberapa tempat banyaknya pemalsuan KTP-el, khususnya bagi WNA.
Sejumlah Anggota Komisi II DPR RI melakukan inspeksi mendadak ke Kantor Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta pada Kamis (9/2). Hal ini berkaitan informasi beredar, ada banyak KTP-el yang dikirim dari Kamboja ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta.
"Informasi dan dugaan yang berkembang luar yang jumlahnya sampai ratusan ribu bahkan sampai tiga kontainer adalah tidak benar dan sudah dibantah Dirjen," kata Anggota Komisi II Agung Widyantoro.