REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Ahli sejarah berpendapat, ulama-ulama Betawi mempunyai karakter khusus yang menjadi ciri khas mereka. Mereka cenderung berkarakter moderat dan sangat ramah, tapi tegas ketika menyangkut tauhid dan membela kebenaran.
"Kalau di bidang tasawuf, lebih cenderung kepada tasawuf akhlaqi," kata Saidun.
Karakter tersebut juga menempel kuat pada tiga serangkai ulama Betawi, yaitu Habaib Ali Kwitang, Habaib Ali Bungur, dan Habaib Salim. Mereka moderat, santun, dan ramah. Namun, jika sudah menyangkut tauhid dan kepentingan umat (agama) mereka sangat tegas. Tak hanya itu, jiwa nasionalisme dan patriotisme mereka juga sangat tinggi.
"Jiwa patriotisme dan nasionalisme itu terlihat pada figur Guru Manshur saat membela dan mempertahankan NKRI dari gempuran kaum imperialis dan kolonialis Belanda," ujarnya.
Kiai Haji Noer Ali bersama muridnya Kiai Haji Muhammad Arif (Darif) juga dikenal sebagai ulama pejuang di Jakarta Timur. Mereka menghancurkan kekuatan penjajah dan para pengkhianat bangsa.
Meski memiliki karakter khusus seperti itu, para ulama Betawi memiliki ilmu, akhlak, dan akidah yang sama dengan ulama di Tanah Jawa dan tempat lainnya. ''Jadi, perbedaannya bukan pada hal yang prinsipil. Secara keilmuan, akhlak, dan akidah sama dengan ulama lainnya,'' kata peneliti sejarah yang juga penulis, Alwi Alatas.