REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam sidang lanjutan ke-14 kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), penasihat hukum menghadirkan beberapa saksi yang meringankan dari kampung halaman Gubernur DKI Jakarta nonaktif itu, Bangka Belitung.
Salah satu penasihat hukum Ahok, Teguh Samudera mengungkapkan alasan dihadirkannya beberapa saksi dari kota Laskar Pelangi itu untuk memberikan gambaran mengenai sosok terdakwa. Sebab, para saksi dari Bangka Belitung itu mengetahui bagaimana kehidupan Ahok ketika di Bangka Belitung.
"Hari ini kami akan menghadirkan saksi yang meringankan yaitu Pak Juhri, Pak Suyanto dan Pak Fajrun. Ini ada temen Pak Basuki saat SD, ada masyarakat sana yang tahu kehidupan Pak Basuki," terang Teguh di Kementerian Pertanian, Jalan Harsono, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (14/3).
Menurut Teguh, para saksi akan menceritakan kisah hidup dari Mantan Bupati Belitung Timur itu selama masih tinggal di sana. Diharapkan, keterangan dari para saksi dapat meyakinkan Majelis Hakim dan masyarakat bahwa tidak ada niat sedikit pun Ahok menodai agama Islam.
"Yang mau diterangkan ini bagaimana kehidupan sehari hari Pak Ahok di sana sehingga jangan sampai dianggap melakukan penodaan agama, padahal sejak awal dia sudah ada panduan dalam kehidupannya," ucap dia.
Adapun saksi yang akan dihadirkkan adalah ahli hukum pidana Edward Omar Sharif Hiariej dari Universitas Gaja Mada (UGM) Yogyakarta, dua orang Pegawai Negeri Sipili (PNS) di Bangka Belitung, Juhri dan Ferry Lukmantara, seorang sopir bernama Suyanto yang berasal dari Belitung Timur, serta teman Sekolah Dasar (SD) Ahok bernama Fajrun yang juga berasal dari Belitung Timur.
Ahok didakwa melakukan penodaan agama karena mengutip surat Al-Maidah ayat 51 saat kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahok dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP.