REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan pakar ICMI Anton Tabah Digdoyo mengaku prihatin atas ditangkapnya Sekjen FUI Muhammad Al-Khaththath serta lima orang lainnya dengan tuduhan makar. Ia mengatakan sudah kali kedua ini polisi menangkap para tokoh yang mengkritisi pemerintah lewat gerakan aksi.
"Saya sedih atas mudahnya aparat menggunakan pasal makar pada tokoh yang mengkritisi pemerintah," katanya kepada Republika.co.id, Senin (3/4).
Anton menilai tidak sepatutnya aparat kepolisian menangkap Sekjen FUI dengan tuduhan makar, hanya atas dasar laporan dari masyarakat. "Memangnya kasus makar itu delik aduan ko dasarnya laporan masyarakat?," ujarnya.
Menurut mantan jendral Polri itu, polisi harus ekstra hati-hati jika menuduh seseorang atau kelompok melakukan kejahatan makar apalagi kasus kasus sebelumnya tuduhan makar selalu mentah dan sulit pembuktiaannya.
Ia mencontohkan Sri Bintang Pamungkas yang sudah ditahan lima bulan akhirnya dilepas, begitu juga Habib Rizieq Sihab yang batal menjadi tersangka. Anton juga menanyakan pemerikaaan terhadap purnawirawan jenderal Kivlan Zein, Rahmawati, Hatataliwang, Ratna Sarumpaet, yang batal diperiksa atas sangkaan makar.
"Kok ini tiba-tiba Khaththath dan kawan-kawan dituduh makar," tanyanya.
Anton menjelaskan, pasal tentang makar sudah cukup jelas di KHUP harus ada empat unsur secara akumulatif tentang perbuatan makar. Pertama Anton merincikan harus ada rencana makar, kedua ada kekuatan yang akan digunakan untuk makar, ketiga ada alat untuk makar dan ada cara yang digunakan.
Jadi intinya kata Anton perbuatan makar itu sudah ada empat unsur di atas tadi. Unjuk rasa kata Anton berapapun jumlahnya itu bukan dikatakan makar, termasuk menggemakan yel-yel dan mengibarkan spanduk, dan lain-lain dalam aksi.
Menurut mantan staf ahli Presiden Soeharto itu, yang patut ditindak lanjuti proses hukumnya justru yang sudah jelas masuk persidangan. Seperti Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yang sudah jelas menjadi terdakwa kasus penistaan agama, namun tidak juga ditahan.
"Kasus penistaan agama drajat keresahan di masyarakat sangat tinggi dan dapat memecah belah NKRI, malah tersangkanya tidak ditahan," katanya.
Atas hal ini pantaslah kata dia rakyat bertanya-tanya apakah penahanan 20 hari ke depan terhadap M Khathath dan kawan-kawan atas tuduhan makar jelang pilkada DKI putaran kedua ini bukan hanya untuk membungkam tokoh-tokoh kritis.
"Apakab semua ini dilakulan seperti menjelang pilkada putaran pertama dulu?," ucapnya.