REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dalam kunjungan Ketua Dewan Kehormatan Pengawas Pemilu (DKPP), Jimly Asshidiq, masih banyak ditemukan pelanggaran dalam kampanye. Putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2017, menurut dia, justru semakin menurun kualitasnya.
Jimly secara khusus memantau DPT pada Rutan Negara Kelas 1 Jakarta Pusat sejak putaran pertama pilkada. Ia kecewa lantaran pada putaran kedua, DPT justru menurun, bahkan hingga 50 tahanan yang masuk dalam DPT, juga tidak ikut serta menyuarakan suara mereka.
"Saya khusus loh memantau rutan ini, ternyata malah menurun jumlahnya. Sebelumnya 859 orang, sekarang menjadi 464 orang. Lalu dari 464, ada 58 orang yang tidak valid, sisanya 406. Dan dari 406, hanya 350 yang memberikan hak suara mereka. Ini kan menurun sekali," papar Jimly saat ditemui seusai acara monitoring DKPP, Rabu (19/4) sore.
Jika dari jumlah DPT saja menurun, ia mengatakan, dari segi pelayanan penghuni lapas pun tentunya juga menurun. Sementara para penghuni lapas itu mempunyai hak pilih yang sama dengan warga DKI Jakarta lainnya.
"Ini kinerja penyelenggaranya juga patut dipertanyakan. Terlepas dari perbedaan data Dukcapil dan KPU, padahal orangnya di rutan masih banyak. Tapi kenapa bisa banyak yang tidak masuk DPT," kata Jimly.
Keanehan juga dirasakan Jimly, pada tahanan yang 80 persen-nya adalah warga DKI Jakarta, tapi tidak bisa memilih. Kanwil Kumham, dikatakan dia, juga menyarankan perlunya koordinasi antara Kemendagri, Kumham, dan KPU, untuk menyelamatkan hak pilih rakyat.
"Untuk Pilkada 2017 ini, sudah tidak bisa lagi untuk diadakan pemilihan untuk yang belum terdaftar DPT. Tidak bisa buat perubahan. Di sini, penyelenggara pemilu pada apa yang dikerjakan, seperti tidak fokus dalam pendataan," tutur dia.
Fakta lainnya yang ditemukan, adalah pembagian sembako dan pembuatan rekening Bank DKI untuk diberikan uang apabila memilih salah satu paslon. Ketua DKPP itu menjelaskan, tidak bisa menyalahkan relawan. Karena dalam aturan kali ini, relawan sudah terdaftar dan resmi menjadi bagian dari paslon.
"Maka, jangan berkelit ini relawan yang mengadakan, bukan paslon, itu tidak bisa. Mereka resmi sebagai relawan. Dan pelanggaran kampanye ini, ditemukan massive dan terstruktur sekali, hampir di semua daerah," papar Jimly.
Inti dari keseluruhan temuan adalah integritas penyelenggara pesertanya. Untuk tindak lanjutnya, DKPP menyerahkan urusan kepada panwaslu dan Bawaslu. Soal keputusan ke depannya juga diserahkan ke Bawaslu dan KPU.
"Saya merasa perlu melihat daerah-daerah yang saya datangi hari ini, karena kita banyak menerima laporan dan juga ketidakpuasan lagi di putaran kedua ini. Kita juga mau lihat apakah mereka betul-betul melapor atau hanya strategi untuk menutupi sesuatu," tutur mantan Ketua MK itu.
Termasuk penemuan rekening Bank DKI, yang menyebabkan penyelenggara pemilu jadi sasaran, DKPP harus menjaga kehormatan mereka. "Paslon itu pintar, memainkan politik sembako dan politik uang jelang pemilihan. Karena kalau sebelum hari tenang, resikonya bisa didiskualifikasi. Satu satunya cara untuk atasi kasus ini, ya paling lewat pidana," tutup Jimly.