Senin 01 May 2017 16:06 WIB

Aksi Buruh Soroti Perampasan Tanah Rakyat

Rep: Kabul Astuti/ Red: Budi Raharjo
Ribuan massa dari berbagai Aliansi Buruh Jabar, menggelar aksi demo di halaman Gedung Sate, Jl Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (20/10). Aksi tersebut menolak rencana pemerintah pusat menerbitkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Ribuan massa dari berbagai Aliansi Buruh Jabar, menggelar aksi demo di halaman Gedung Sate, Jl Diponegoro, Kota Bandung, Selasa (20/10). Aksi tersebut menolak rencana pemerintah pusat menerbitkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Puluhan ribu buruh dan kelompok masyarakat lainnya turun ke jalan untuk melakukan aksi demonstrasi dalam peringatan May Day atau Hari Buruh 1 Mei 2017. Konfederasi Buruh Indonesia (KPBI) yang tergabung dalam Gerakan Buruh Untuk Rakyat, mengangkat enam persoalan rakyat Indonesia.

Ketua Umum Konfederasi Buruh Indonesia (KPBI), Ilham Syah, menyatakan kaum buruh Indonesia adalah bagian dari kekuatan rakyat yang saat ini paling terorganisir. Buruh pernah melakukan aksi mogok nasional yang melibatkan jutaan buruh sebanyak tiga kali. Namun, Ilham menyadari kekuatan buruh yang cukup besar ini belum menyentuh kepentingan rakyat banyak.

"Ini bukan kekuatan yang kecil. Namun, kami menyadari bahwa kekuatan buruh yang cukup besar ini mayoritas masih bergerak untuk kepentingan buruh saja. Padahal sejatinya persoalan yang dihadapi rakyat juga merupakan persoalan bagi kaum buruh," ujar Ilham Syah, Senin (1/5).

Ada enam persoalan yang diangkat antara lain masalah demokrasi partisipatif, penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang harus melibatkan partisipasi rakyat, penyelesaian konflik agraria termasuk mengembalikan tanah-tanah rakyat yang dirampas korporat maupun negara dan menghentikan segala upaya perampasan tanah rakyat.

Selain itu, unjuk rasa buruh juga menuntut perlawanan atas tindakan-tindakan korupsi yang dilakukan pejabat negara maupun koorporat, menuntut pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis untuk seluruh rakyat Indonesia. Terakhir adalah penolakan atas upah murah yang dilegalkan oleh PP 78 2015, juga penolakan sistem kerja kontrak, outsourcing, dan sistem kerja magang.

Menurut Ilham, saat ini rakyat Indonesia terancam oleh bangkitnya militerisme dan pola-pola anti-demokrasi Orde Baru. Pembubaran diskusi terjadi di mana-mana, bahkan semakin sering terjadi pelarangan berserikat di pabrik-pabrik. Belum lagi kriminalisasi bagi rakyat yang melakukan aksi-aksi protes.

Ia menyadari saat-saat ini ada pihak-pihak yang ingin menghancurkan persatuan kaum buruh dan persatuan rakyat dengan menggunakan isu-isu rasis. Dalam May Day kali ini, pihaknya juga ingin mengampanyekan perlawanan terhadap setiap pemecahbelahan rakyat dengan isu rasisme.

Ketua Umum Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Yahya menambahkan kasus-kasus perampasan tanah yang semakin meningkat dalam pemerintahan Jokowi, selain menyingkirkan para petani di desa maupun rakyat miskin di perkotaan, justru menambah barisan pengangguran. Kondiai itu membuat upah kaum buruh menjadi semakin murah.

"Kami berjuang untuk menghentikan perampasan-perampasan ruang hidup rakyat baik desa maupun perkotaan," kata Yahya, menegaskan.

Diketahui, Gerakan Buruh untuk Rakyat terdiri dari beberapa kelompok serikat buruh, antara lain KPBI, SMI, SPBP, LMND, SP Jhonson, GPMJ, KPR, SGBN, PRP, KSN, SPMN, SP Danamon, FMK, Perempuan Mahardhika, Politik Rakyat, KPO-PRP, LBH Jakarta, Arus Pelangi, KPA, SGBM, PPAS, dan FKI.

Sekitar 10 ribu massa Gerakan Buruh untuk Rakyat bergerak dari depan kampus UI Salemba, menyusuri daerah Pasar Senen, Patung Tani, dan bergabung dengan ratusan ribu massa buruh lainnya untuk mengepung Istana Negara. Grup Band Marginal yang kental dengan lagu-lagu perjuangannya turut serta dalam aksi Gerakan Buruh Untuk Rakyat ini, bersama dengan Red Squad—band dari kalangan buruh sendiri.

Gerakan Buruh Untuk Rakyat,  direncanakan tidak hanya berhenti pada momentum May Day, melainkan akan digelar pada serangkaian kegiatan perlawanan pada tanggal 2 Mei (Hari Pendidikan Nasional), 8 Mei (Hari terbunuhnya Marsinah), 12-14 Mei (Peringatan tragedi kemanusiaan berbau rasial '98), 21 Mei (Hari jatuhnya Soeharto) dan momentum-momentum lainnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement