REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD menilai hak angket DPR yang ditujukan untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu keliru. Sebab, hak angket tersebut semestinya ditujukan untuk pemerintah.
Mahfud mengatakan dalam sejarah, hak angket itu untuk mengatur hubungan dan pengawasan oleh DPR terhadap pemerintah. Arti pemerintah berdasarkan Undang-undang Dasar 1945, ungkap dia, adalah lembaga eksekutif.
"Yang lain itu bukan pemerintah menurut UUD kita," kata dia saat dihubungi, Senin (1/5).
Mahfud melanjutkan, pasal 79 ayat 3 UU MD3 menyebutkan hak angket itu untuk menyelidiki adanya pelanggaran terhadap undang-undang ataupun kebijakan pemerintah yang strategis.
Pemerintah yang dimaksud, meliputi presiden, wakil presiden, kapolri, jaksa agung, dan lembaga-lembaga pemerintah nondepartemen seperti Lemhanas, LIPI, dan BPJS.
"Adapun lembaga negara yang bukan pemerintah, itu KPK, KPU, Komnas HAM, ini enggak bisa diangket. Jadi ini juga sama saja dengan mengangket BPK, MK, MA. Itu enggak bisa diangket," kata dia.
Lagi pula, kata Mahfud, UUD 45 itu memang mengartikan pemerintah dalam ruang lingkup yang sempit, yaitu lembaga eksekutif. Karena itu, menurut dia, hak angket itu untuk lembaga eksekutif.