REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah delegasi Aksi Simpatik 55 melakukan pertemuan dengan perwakilan dari Mahkamah Agung (MA). Tampak di antara delegasi itu mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sekaligus politikus Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia dan juga kuasa hukum GNPF MUI Kapitra Ampera. Sementara perwakilan dari MA diantaranya Panitera MA, Made Rawa Aryawan, Sekjen MA, Ahmad Setyo Pujo, Panitera Muda Pidana Umum, Suharto dan Kabiro Hukum dan Humas, Ridwan Mansyur.
Pertemuan berlangsung kurang lebih satu jam di Gedung MA Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (5/5). Menurut Aryawan kedatangan bukan bentuk intervensi terhadap lembaga peradilan MA. Justru menurutnya, mereka memberikan dukungan agar pihaknya tetap menjaga indepensi dalam menangani perkara, termasuk kasus penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
"Bukan bentuk intervensi terhadap proses peradilan akan tetapi sebuah dukungan moral agar proses peradilan Basuki Tjahaja Purnama berjalan dengan adil, menegakkan prinsip justice for all independen dan tidak tergerus oleh intervensi," tegas Aryawan, sesaat setelah pertemuan itu.
Bagi Aryawan masukan dari para delegasi Aksi Simpatik 55 bukan hanya terkait kasus Ahok saja, melainkan perkara-perkara lainnya. Karena, kata Aryawan, itu prinsip dasar dari kebebasan indepedensi peradilan. Aryawan juga menganggap masukan dari mereka adalah sejalan dan simetris dengan nilai-nilai unggul, tidak hanya di peradilan di Indonesia tapi juga nilai universal. Semua itu menyangkut yang diperjuangkan sistem peradilan di indonesia.
Lanjut Aryawan, meskipun pihaknya memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya proses peradilan, akan tetapi pengawasan tersebut tidak boleh mengganggu indepensi hakim di dalam mengadili perkara. Bahkan, tegasnya, ketua MA memastikan bahwa pihaknya tidak akan melakukan intervensi terhadap proses jalannya peradilan, baik terhadap Ahok maupun perkara-perkara lainnya.
"Kami tegaskan dalam menegakkan hukm kita sudah siap menerima masukan dari pihak mana pun. Dalam Undang-undang 48/2009 hakim yang menegakkan hukum harus mengikuti, menggali dan menerapkan nilai yang dianggap benar dan adil oleh masyarakat di sekitar hakim yang melaksanakan tugas," tuturnya.