REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dianggap tak perlu mengajukan banding. Apalagi dengan alasan ingin menguji ketepatan pasal mana yang memang harus diterapkan dalam perkara Ahok. "Jaksa tidak pantas banding," kata pengamat hukum Andri W Kusuma dalam keterangannya, Kamis (24/5).
Andri mengatakan, jika jaksa melakukan banding maka, justru telah mengakui melakukan kesalahan sejak menerima berkas dari kepolisian dengan menyatakan P21 alias lengkap. Ketika menyatakan berkas P21, jaksa mengetahui dan mengamini terdapat dua pasal yang digunakan untuk menjerat Ahok dalam dakwaan, yakni pasal 156 dan pasal 156a KUHP.
Pasal 156 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".
Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Namun, ketika dalam persidangan jaksa justru hanya menuntut Ahok menggunakan pasal 156. "Kalau jaksa memang menganggap Ahok tidak terbukti melanggar pasal 156a, sebelum menyatakan P21 maka ada mekanisme P18 dan P19 dan ini dominus litis jaksa," kata Andri.
Menurut Andri, kalau memang pasal 156a dianggap tidak terpenuhi unsurnya, maka seharusnya sejak awal jaksa bisa meminta penyidik untuk mengeluarkan pasal 156a dari berkas penyidikan kepada penyidik Polri (dalam mekanisme P18 dan P19)
Tapi, jaksa justru mengeluarkan P21 yang artinya terhadap sangkaan pelanggaran tindak pidana pasal 156 a dan 156 KUHP telah terdapat dua alat bukti yang cukup sebagai bukti permulaan yang dituangkan dalam dakwaan.
Di sinilah, kata Andri, jaksa wajib mempertanggungjawabkan P21 yang kemudian dituangkan ke dalam dakwaan. Tentunya, dengan menuntut dua pasal tersebut dengan urutan dimulai dari pasal dengan hukuman atau sanksi yang terberat. "Jaksa wajib menuntut berdasarkan yang terberat," kata dia.
Kesalahan kedua jaksa, ujar dia, adalah saat menuntut Ahok dengan menggunakan pasal yang rendah hukumannya atau sanksinya, yakni pasal 156. "Yang dilakukan hakim justru meluruskan kembali kesalahan jaksa itu," katanya.