REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usulan dari anggota panitia khusus hak angket KPK Mukhamad Misbakhun agar DPR mempertimbangkan untuk tidak membahas anggaran KPK dan Polri tahun 2018 karena kedua institusi itu tidak menghadirkan Miryam S Haryani, dinilai tidak relevan.
"Menurut saya, sebenarnya itu tidak ada hubungan (relevansi) dengan biaya di KPK, karena itu (penydikan Miryam) berhubungan dengan penegakan hukum. Kami juga hanya 'pure' penegakan hukum biasa, dan itu dua hal yang berbeda antara anggaran KPK dan Polri dengan proses mendatangkan Miryam," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa.
Pada hari ini Misbakhun mengusulkan agar Komisi III DPR mempertimbangkan agar tidak membahas anggaran Polri dan KPK tahun 2018 karena kedua institusi tidak sejalan dengan pandangan Pansus KPK yang ingin memanggil tersangka kasus dugaan memberikan keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi KTP Elektronik Miryam S Haryani.
"Kami bukan dalam posisi untuk menanggapi komentar dari beliau beliau di DPR," tambah Laode.
Ia kembali menegaskan bahwa KPK tidak akan menghadirkan Miryam karena akan menghalang-halangi penuntasan kasus (obstruction of justice) seperti termuat dalam surat jawaban KPK kepada DPR.
"Salah satu isi suratnya adalah yang dikeluhkan itu karena ini berhubungan dengan proses penegakan hukum, maka apabila pihak lain yaitu proses politik di DPR untuk memanggil yang bersangkutan dan pasti akan mengganggu proses penyelesaian kasus itu karena yang dipertanyakan adalah fakta-fakta yang berkaitan dengan kasus itu maka itu bisa dikategorikan sebagai 'obstruction of justice' sebagaimana yang ditulis dalam surat itu," ungkap Laode.
Laode pun menegaskan bahwa KPK tidak akan mengubah pendapatnya.
"Itu surat yang kami kirimkan jadi kami tidak boleh mencabut pendapat yang sudah kami bikin karena sebelumnya surat itu sudah dipikirkan tim di KPK," tambah Laode.
Isi lain dari surat tersebut adalah bahwa KPK dalam melakukan proses penegakan hukum independen. "Itu kata-kata dalam UU sendiri yaitu independen, antara legislatif, yudikatif, eksekutif," ungkap Laode.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian juga mengatakan bahwa permintaan DPR untuk meminta bantuan Polri untuk menghadirkan Miryam ke rapat pansus tidak bisa dipenuhi karena sudah masuk dalam ranah pro justitia.
"Kami sudah mengkaji di internal soal permintaan kepada Polri untuk menghadirkan orang yang dipanggil DPR, meski UU MD3 memberi kewenangan pada DPR untuk meminta bantuan polis untuk menghadirkan paksa orang yang dipanggil, namun persoalannya kami lihat hukum acara dalam uu itu tidak jelas. Di KUHAP, menghadirkan paksa sama dengan melakukan perintah membawa atau penangkapan. Penangkapan dan Penahanan dilakukan pro justitia untuk peradilan sehingga terjadi kerancuan hukum," kata Tito.
Menurut Tito, Polri tidak bisa menghadirkan paksa Miryam karena ada hambatan hukum yaitu hukum acara tidak jelas. Upaya paksa kepolisian selalu dalam koridor pro justitia.