Rabu 28 Jun 2017 13:13 WIB

Film Kau adalah Aku yang Lain Pandangan Polri Soal Muslim?

Rep: Ali Mansur/ Red: Ratna Puspita
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto (kedua kanan) bersama Ketua Panitia Police Movie Festival 4 AKP Ardila Amri (kanan), Dewan Juri Police Movie Festival 4 Renny Djayusman (kiri), produser animasi Wahyu Aditya (kedua kiri), dan penulis cerita Upi Avianto (tengah) menjawab pertanyaan wartawan jelang penganugerahan Police Movie Festival 4 di Jakarta, Sabtu (10/6).
Foto: Republika/Puspa Perwitasari
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto (kedua kanan) bersama Ketua Panitia Police Movie Festival 4 AKP Ardila Amri (kanan), Dewan Juri Police Movie Festival 4 Renny Djayusman (kiri), produser animasi Wahyu Aditya (kedua kiri), dan penulis cerita Upi Avianto (tengah) menjawab pertanyaan wartawan jelang penganugerahan Police Movie Festival 4 di Jakarta, Sabtu (10/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Sodik Mujahid mengaku heran dengan keputusan Kepolisian yang memenangkan film dengan judul Kau adalah Aku yang Lain dalam Police Movie Festival 2017. Dia pun berpendapat film itu menunjukkan pandangan kepolisian terhadap umat Islam.

Sodik menjelaskan pemilihan pemenang Police Movie Festival 2017 menguatakan opini masyarakat bahwa kepolisian menjadi alat rezim yang anti-Islam. Karena itu, dia tidak heran kalau film tersebut mendapat banyak kecaman dari Umat Islam.

"Saya benar tidak habis pikir mengapa Bhayangkara negara melakukan tindakan seperti itu? Polisi seperti memancing umat Islam untuk melakukan protes," kata Politikus Partai Gerindra itu ketika dihubungi, Rabu (28/6).

Sodik mengatakan jika Polri memang aparat negara yang bekerja sesuai undang-undang dan pofesional maka mereka tidak akan memilih film yang bermuatan SARA. Dia pun menyatakan Muslim di Indonesia tampaknya harus melihat Polri sekarang berbeda dengan Polri yang melaksanakan perintah undang-undang.

Sodik menambahkan sikap dan tindakan yang tercermin di dalam film karya Anto Galon bukanlah cerminan umat Islam, yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian. Film itu justru memberikan pesan bahwa umat Islam arogan.

"Bahkan kesan buruk, tidak beradab yang bertolak belakang dengan ajarannya. Saya bertanya apakah pernah ada kejadian seperti itu (film) dalam realitanya?" tanya Sodik.

Sodik mengakui, memang ada kelompok Islam fundamentalis. Namun, dia tidak yakin Muslim menghalangi ambulans yang membawa orang sakit karena ada pengajian pernah terjadi di Indonesia.

Sebab, dia menerangkan, kelompok Islam fundamentalis juga mengetahui aturan tentang menghargai orang sakit atau kematian sekalipun berbeda agama. "Masyarakat khawatir film tersebut akan memberikan kesan kepada dunia luar bahwa umat Islam seperti yang diceritakan di dalam film itu," kata Sodik.

Sebuah film pendek menjadi juara dalam Police Movie Festival IV 2017. Film ini diunggah oleh akun Facebook dan Twitter Divisi Humas Polri pada hari Kamis, (23/6) lalu.

Film ini menjadi kontroversi di media sosial. Sebagian warganet mengapresiasi film itu namun banyak juga yang menilai isi film ini mendiskreditkan dan menyudutkan Islam.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement