Senin 03 Jul 2017 13:53 WIB

BPS: Inflasi Lebaran Kali Ini Lebih Terkendali

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nidia Zuraya
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutankan bahwa tingkat inflasi pada Juni 2017, yang bertepatan dengan momen Puasa dan Lebaran, lebih terkendali dibanding periode Lebaran tahun-tahun sebelumnya. Inflasi Juni lalu tercatat sebesar 0,69 persen.

Kepala BPS Suhariyanto mengungkapkan, angka inflasi kali ini bisa dibilang relatif rendah bila dibandingkan dengan periode Lebaran sejak tahun 2014 hingga 2016 lalu. Sebagai pembanding, BPS mencatat pada tahun 2014 lalu Lebaran jatuh pada akhir Juli, sehingga inflasi Juli 2014 sebesar 0,93 persen.

Sementara tahun 2015, Lebaran jatuh pada pertengahan Juli dengan Puasa yang sudah berjalan sejak Juni sebelumnya. Dengan inflasi Juni 0,54 persen dan inflasi Juli 2015 sebesar 0,93 persen, maka keseluruhan inflasi Puasa-Lebaran tercatat 1,47 persen. Tahun 2016 lalu pun demikian, inflasi Juni tercatat 0,66 persen dan inflasi Juli tercatat 0,69 persen.

"Dengan demikian secara umum inflasi lebaran 2017 jauh lebih terkendali dibanding tahun sebelumnya," ujar Suhariyanto di Kantor Pusat BPS, Senin (3/7).

Ia menilai, stabilitas tingkat inflasi kali ini didukung oleh upaya pemerintah dalam mempertahankan pasokan bahan pangan. Tujuannya, menjaga harga pangan agar tidak naik tajam selama Puasa hingga Lebaran.

"Ada satgas pangan dan sebagainya. Jadi posisi Juni 2017 yang sebesar 0,69 persen idealnya dibanding posisi Juli," jelas dia.

Ia menegaskan, kesimpulan yang bisa diambil dari rilis inflasi Juni 2017, adalah bahwa tingkat inflasi terutama dipengaruhi oleh penyesuaian tarif listrik golongan 900 Volt Ampere (VA), kenaikan tarif angkutan udara, dan angkutan antar kota yang memang polanya selalu naik selama musim mudik Lebaran.

Sementara itu, lanjutnya, bahan makanan relatif terkendali. "Jadi pattern ini sangat berbeda dari lebaran tahun sebelumnya yang dimana sebelumnya berpengaruh besar di bahan pangan. Jadi lebih ke administred price yang menyumbang 0,42 persen," katanya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, nilai inflasi Juni lalu sebesar 0,69 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 129,72. Pada Mei lalu, inflasi tercatat sebesar 0,39 persen, lebih rendah dibanding inflasi Juni 2017. Dari 82 kota yang disurvei, 79 kota di antaranya mengalami inflasi dan hanya 3 kota yang mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Tual, Maluku dengan nilai 4,48 persen dan terendah terjadi di Merauke, Papua dengan angka 0,12 persen. Sementara deflasi tertinggi dialami oleh Singaraja, Bali dengan angka 0,64 persen dan deflasi terendah di Denpasar, Bali dengan nilai 0,001 persen.

Ketua BPS Suhariyanto menyebutkan, inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya seluruh indeks kelompok pengeluaran, yaitu kelompok bahan makanan sebesar 0,69 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,39 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,75 persen, kelompok sandang sebesar 0,78 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,34 persen, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,07 persen, dan kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 1,27 persen.

Sementara itu, tingkat inflasi tahun kalender (Januari–Juni) 2017 sebesar 2,38 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Juni 2017 terhadap Juni 2016) sebesar 4,37 persen.

Komponen inti pada Juni 2017 mengalami inflasi sebesar 0,26 persen. Tingkat inflasi komponen inti tahun kalender (Januari–Juni) 2017 mengalami inflasi sebesar 1,59 persen dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun (Juni 2017 terhadap Juni 2016) sebesar 3,13 persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement