REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR-RI, Fahri Hamzah menyayangkan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Tentang Organisasi Masyarakat (Ormas). Menurutnya, setelah Undang-Undang Dasar 1945 diamandemen empat kali, kewenangan-kewenangan yang dinilai merampas hak-hak asasi manusia sudah ditiadakan.
"Jadi merampas hak orang itu adalah haknya tuhan, bukan haknya negara," ujarnya saat ditemui di Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (13/7).
Kebebasan berserikat, berkumpul, menyatakan pendapat baik secara lisan maupun tulisan tidak bisa dirampas secara sepihak oleh pemerintah dengan alasan apa pun.
Oleh sebab itu, kata dia, jika lahir Perppu yang memiliki pretensi merampas kebebasan orang secara sepihak tidak melalui undang-undang maka akan berpotensi terkena judicial review atau uji materi.
Fahri menjelaskan, ada pasal dalam UUD 1945 bahwa kebebasan warga negara itu untuk berserikat, berkumpul menyatakan pendapat baik secara lisan maupun tulisan, dilindungi undang-undang.
"Jadi enggak bisa itu sepihak, mesti melalui mekanisme undang-undang," jelasnya.
Fahri melanjutkan, jika misalnya di DPR mengesahkan Perppu entah dari lobi politik dan lain sebagainya bisa saja akan legal, akan tetapi tapi kalau secara nilai, tidak akan bisa diterima tindakan sepihak dalam cantuman Perppu Ormas.
"Jadi merampas hak orang itu adalah haknya tuhan, bukan haknya negara, karena itulah dipindahkan kepada hukum, karena hukum itu kan milik tuhan sebenarnya yang dipinjam oleh manusia untuk saling mengatur, tetapi ketika dipakai, kita gunakan majelis hakim makanya hakim disebut wakil tuhan, kan begitu," ujar dia mengakhiri.