REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Mulfachri Harahap menanggapi pernyataan salah satu saksi kasus dugaan korupsi KTP Elektronik, Johanes Marlin. Menututnya pernyataan saksi yang mengaku memiliki percakapan ketua DPR RI Setya Novanto dalam kasus tersebut, tidak perlu ditelan mentah-mentah. Apalagi saksi sendiri ikut berpartisipasi dalam vendor dan dia kalah.
"Kita tidak bisa menelan mentah-mentah apa yang disampaikan Johanes Marlin. Oleh sebab itu saya kira harus atau paling tidak aparat berkepentingan apa yang dimiliki Johanes Marlin mengambil hati-hati dalam hasil rekaman itu," jelas Mulfachri, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (25/7).
Di samping itu, kata Mulfachri, selain aparat berwenang tidak boleh masyarakat sipil melakukan perekaman, penyadapan yang bukan kewenangannya. Maka bukti rekaman yang dimiliki Johanes Marlin tidak memiliki kekuatan hukum jika didasarkan pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal itu.
"Marlin tidak punya kewenangan apa yang ada di dia sekarang. Seharusnya iya. Tapi kan sekarang hukum yang seharusnya menciptakan kepastian hukum di area unpredictable," ungkapnya.
Johannes Marliem sendiri merupakan Direktur PT Biormorf dan penyedia produk automated fingerprint identification system (AfIS) merk L-1. Ketika itu L-1 sudah ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan KTP-el.