Senin 28 Aug 2017 08:32 WIB

Jamaah First Travel Harus Berembuk dalam Rapat Kreditur

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Indira Rezkisari
 Warga yang menjadi korban First Travel mencari informasi di posko pengaduan korban First Travel di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (25/8).
Foto: Republika/Prayogi
Warga yang menjadi korban First Travel mencari informasi di posko pengaduan korban First Travel di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (25/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum dari pihak agen First Travel, Dwi Librianto, menuturkan keputusan terkait tawaran dari para jamaah yang akan disampaikan dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara, akan diputuskan melalui rapat kreditur.

Dalam rapat itu, seluruh kreditur yang telah mendaftar, berdiskusi tentang apa yang akan ditawarkan jamaah selaku kreditor, kepada First Travel selaku debitor. Tawaran tersebut pada prinsipnya berisi keinginan kreditor ihwal masalah utang yang belum dibayarkan debitor.

"Nanti dalam rapat kreditur itu kita akan putuskan bagaimana baiknya, apakah minta diberangkatkan, atau minta refund, ini tergantung bagaimana rapat kreditur yang sudah mendaftar," kata dia di Pancoran, Jakarta, Ahad (28/8).

Dwi pun mengakui, di antara jamaah, tentu akan saling berbeda pendapat dalam menyampaikan tawaran maupun keinginannya. Karena adanya perbedaan keinginan itu, pihak kreditur akan terlebih dahulu berkumpul untuk mendiskusikan apa tawaran terbaik yang akan diajukan kepada pihak First Travel.

"Tentu kami enggak bisa mewakili semua kan, masing-masing punya pendapat dan caranya masing-masing, makanya nanti kita akan rembukan," tutur dia. Proses di pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ini, menurutnya, juga akan memakan waktu lama. "Karena proses hukum itu ada ketentuan dan caranya," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement