Senin 28 Aug 2017 20:09 WIB

Pansus: Keterangan LPSK Kuatkan Rekomendasi Sementara

Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa (tengah), didampingi Wakil Pansus Hak Angket KPK Taufiqulhadi (kiri), dan anggota Pansus Hak Angket KPK Eddy Kusuma Wijaya saat audiensi dengan Madrasah Anti Korupsi PP Pemuda Muhammadiyah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/7)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa (tengah), didampingi Wakil Pansus Hak Angket KPK Taufiqulhadi (kiri), dan anggota Pansus Hak Angket KPK Eddy Kusuma Wijaya saat audiensi dengan Madrasah Anti Korupsi PP Pemuda Muhammadiyah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/7)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus Hak Angket DPR terkait Tugas dan Kewenangan KPK, Agun Gunandjar Sudarsa menilai keterangan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menguatkan rekomendasi Pansus bahwa fungsi koordinasi KPK tidak berjalan dengan baik.

"Temuan Pansus berdasarkan keterangan LPSK menegaskan bahwa fungsi koordinasi KPK terhadap lembaga lain tidak dilaksanakan. Jangankan koordinasi, LPSK minta bertemu saja tidak dijawab," kata Agun usai Rapat Dengar Pendapat Pansus Angket di Gedung Nusantara, Jakarta, Senin (28/8).

Agun menjelaskan berdasarkan keterangan Pimpinan LPSK, lembaga itu bisa berkoordinasi dengan KPK dibawah kepemimpinan Taufiqurahman Ruki dan Antasari Azhar.

Setelah kepemimpinan keduanya, menurut Agun, LPSK tidak bisa berkoordinasi untuk perlindungan saksi dan korban dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi.

"Bahkan LPSK telah berkirim surat kepada KPK untuk melakukan bertemu dan dialog dengan Pimpinan KPK namun tidak pernah dijawab," ujarnya.

Dia juga menjelaskan ada surat kerja sama kedua institusi dalam penanganan perlindungan saksi yang berakhir sejak 2015, lalu LPSK ajukan permohonan baru untuk diperbaiki namun tidak direspon KPK.

Politikus Partai Golkar itu juga menjelaskan berdasarkan keterangan Pimpinan LPSK, terkait perlindungan saksi dan korban, rumah aman harus memiliki fasilitas yang memadai seperti kamera "cctv", ruang tamu, peralatan kesehatan dan kepala rumah aman.

"Namun berdasarkan kunjungan lapangan Pansus ke dua tempat rumah aman di daerah Depok dan Kelapa Gading yang digunakan untuk Niko Panji Tirtayasa, fasilitas standar rumah aman tidak ada," katanya.

Anggota Pansus Angket KPK, Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa kewenangan perlindungan saksi dan korban serta pengadaan rumah aman, secara kelembagaan ada di LPSK sehingga tidak boleh ada lembaga lain yang mengambil alih peran institusi tersebut.

Karena itu dia menegaskan apabila ada pengadaan rumah aman dan perlindungan saksi di luar koordinasi dengan LPSK maka ada pelanggaran UU no 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

"Dalam kasus Niko Panji Tirtayasa, sangat jelas bahwa dia dijadikan saksi dan ditempatkan dalam rumah aman oleh KPK tanpa pernah ada koordinasi dengan LPSK secara kelembagaan," ujarnya.

Misbakhun menjelaskan dilihat dari kondisi rumah aman yang ditinggali Niko Panji, sangat jelas ada pelanggaran syarat-syarat pengadaan rumah aman yang sudah diatur seperti ada akses jalan yang lebar, ada transportasi, pemadam kebakaran, dan alat kesehatan.

Karena itu dia menilai dalam kasus Niko Panji itu adalah penyekapan dan perampasan kebebasan seseorang oleh lembaga.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement