Jumat 15 Sep 2017 22:35 WIB

Watimpres Minta Aliran di Luar Agama Resmi Dilindungi

Pelajar Purwakarta dari berbagai penganut agama dan keyakinan botram(makan bersama) di Bale Paseban Pendopo Purwakarta, Kamis (3/11).
Foto: Republika/Ita Nina Winarsih
Pelajar Purwakarta dari berbagai penganut agama dan keyakinan botram(makan bersama) di Bale Paseban Pendopo Purwakarta, Kamis (3/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarta Danusubrata mengatakan penganut agama atau aliran kepercayaan di luar enam agama resmi yang diakui pemerintah harus dilindungi. "Harus dilindungi karena terdapat masyarakat yang tidak menerima keberadaan mereka dengan dasar undang-undang dan bisa malah ditindak oleh golongan radikal," kata Sidarta di Jakarta, Jumat (15/9).

Menurut Sidarta, penganut agama atau aliran kepercayaan tertentu terkadang harus mendapat tekanan dari unsur masyarakat karena mereka dianggap berbeda dan tidak masuk dalam daftar agama yang diakui pemerintah. Ada unsur masyarakat tertentu, kata dia, yang merasa berhak menghakimi mereka baik secara perkataan atau perbuatan karena menganggap aktivitas spiritual tertentu menyimpang.

Dengan begitu, lanjut dia, membuat sejumlah penganut agama atau aliran kepercayaan tertentu harus sembunyi-sembunyi melakukan aktivitas mereka. Meski sejatinya aktivitas mereka itu tidak menggangu ketertiban umum dan tidak merugikan siapa pun.

Sidarta mengatakan pada dasarnya konstitusi Indonesia sangat menjunjung tinggi hak azasi manusia, secara khusus kepercayaan individu. Lebih dari itu, kata dia, kebebasan berpikir dan berkeyakinan sejatinya tidak boleh dibatasi. Kendati demikian, saat ini ada gejala defisit toleransi di tengah masyarakat yaitu ketika unsur pemerintah dan masyarakat melakukan diskriminasi terhadap penganut agama atau kepercayaan di luar agama resmi negara.

Bagi dia, sudah saatnya negara mengakui agama atau kepercayaan di luar agama resmi terlebih banyak yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka atau bahkan sejak awal-awal terbentuknya masyarakat Nusantara.

Saat ini, kata dia, standar diakuinya agama di Indonesia mendasarkan pada asal muasal agama dari langit atau bukan. Sejauh ini ketentuan diakuinya agama adalah adanya syarat samawi sehingga agama atau kepercayaan di luar enam agama negara sulit untuk diakui. Maka mereka juga kesulitan mengekspresikan agama-kepercayaan mereka karena merasa tidak aman.

"Negara harus mengakui, bukan mematok lewat agama resmi. Kalau itu terjadi maka bisa jadi ada tindakan persekusi dan diskriminasi pemerintah terhadap warganya," kata dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
۞ وَلَقَدْ اَخَذَ اللّٰهُ مِيْثَاقَ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَۚ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيْبًاۗ وَقَالَ اللّٰهُ اِنِّيْ مَعَكُمْ ۗ لَىِٕنْ اَقَمْتُمُ الصَّلٰوةَ وَاٰتَيْتُمُ الزَّكٰوةَ وَاٰمَنْتُمْ بِرُسُلِيْ وَعَزَّرْتُمُوْهُمْ وَاَقْرَضْتُمُ اللّٰهَ قَرْضًا حَسَنًا لَّاُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّاٰتِكُمْ وَلَاُدْخِلَنَّكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۚ فَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاۤءَ السَّبِيْلِ
Dan sungguh, Allah telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan Kami telah mengangkat dua belas orang pemimpin di antara mereka. Dan Allah berfirman, “Aku bersamamu.” Sungguh, jika kamu melaksanakan salat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, pasti akan Aku hapus kesalahan-kesalahanmu, dan pasti akan Aku masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Tetapi barangsiapa kafir di antaramu setelah itu, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.”

(QS. Al-Ma'idah ayat 12)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement