REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Nusa Tenggara Barat (NTB) 2018 diprediksi akan menampilkan dua pasangan calon (paslon) yang akan bertarung secara head to head. Hal ini dikemukakan Direktur Lembaga Kajian Sosial dan Politik M16 Bambang Mei Finarwanto.
"Dengan melihat dinamika politik dan konstalasi nasional, M16 menganalisis dan menduga besar kemungkinan Pilgub di NTB 2018 ending-nya akan menampilkan dua paslon yang bertarung secara head to head," ujar Bambang kepada Republika.co.id di Mataram, NTB, Selasa (19/9).
Menurut Bambang, dua koalisi besar, minus Partai Demokrat, akan bertarung memperebutkan kursi nomor satu dan dua di NTB pada tahun mendatang. Bambang menilai, kondisi politik di NTB juga akan dipengaruhi kondisi politik nasional. "Pilkada NTB mau tidak mau, suka tidak suka akan menyesuaikan komposisi paslon yang bertarung dengan koalisi politik yang ada di nasional," lanjut Bambang.
Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dan mengukur kekuatan peta politik di masing-masing daerah pascapilkada serentak. Bambang menilai, kecenderungan mengerucutnya paslon yang bertarung mewakili dua kubu tersebut sudah nampak dalam kontestasi Pilkada di tiga kabupaten/kota di Lombok Barat, Lombok Timur, dan Kota Bima. "Apa pun hasil pilkada serentak, merupakan kunci kemenangan dalam Pilpres dan Pileg 2019 karena pemetaan politiknya sudah jelas," ucap Bambang.
Untuk Pilgub NTB misalnya, apabila Wali Kota Mataram Anyar Abduh mendeklarasikan pencalonannya sebagai Bakal Calon Gubernur NTB pada 1 Oktober 2017 yang diusung Partai Gerindra benar terjadi, ini akan menjadi penanda bahwa pertempuran Pilgub NTB sudah dibuka. Sementara itu, Koalisi Indonesia Hebat dipastikan akan memasangkan Bupati Lombok Timur Ali BD dan Putu Selly sebagai kuda perangnya dalam Pilgub NTB. "Soal partai pengusungnya para kandidat akan diurus dan diremote dari lewat DPP dan para elit di Jakarta," ungkap Bambang.
Bambang menambahkan, Partai Golkar dipastikan akan tetap setia dan komitmen berada dalam Koalisi Indonesia Hebat. Karena sejak awal sudah mendukung Jokowi sebagai calon presiden pada 2019. "Maka dalam Pilkada NTB, mau enggak mau Golkar NTB diduga akan menyesuaikan fatsun politiknya dengan koalisi Nasional tersebut," ujar Bambang.
Untuk Partai Demokrat, Bambang memprediksi partai ini akan merapat ke Koalisi Indonesia Hebat yang dipelopori PDIP dan sejumlah partai pendukung pemerintah. Sinyal ini, lanjut Bambang, sudah nampak saat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) bertandang ke Istana Negara, yang disusul kehadiran Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat Peringatan HUT RI. "Rangkaian momen tersebut merupakan indikasi demokrat ingin bersama koalisi indonesia hebat," lanjut Bambang.
Indikasi ini bisa terlihat dalam Pilbup Lombok Timur, di mana PDIP diprediksi memilih paket lain yakni Samsul Lutfi yang diusung Demokrat, ketimbang mendukung Sukiman Azmi yang diusung Gerindra. Mengenai poros tengah yang melibatkan PPP, PAN, Hanura, dan PKB, Bambang menilai terancam tidak berjalan sesuai rencana lantaran tidak kompak dan faktor kepentingan politik yang berbeda cara dan strateginya.
"Terkesan ada yang saling mendahului dalam mengambil putusan politik secara sepihak, tidak dimusyawarahkan di internal poros tengah seperti kesepakatan awal," ucap Bambang.