REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang praperadilan Setya Novanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Sidang yang digelar di ruang utama dengan hakim Cheppy Iskandar ini diagendakan penyerahan bukti dari pihak termohon yakni KPK.
Dalam ruang sidang, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi meminta agar diberikan salinan bukti laporan hasil pemeriksaan (LPH) dari BPK. Yang mana LPH nomor 115 tersebut diajukan sebagai barang bukti oleh Setya Novanto dalam melawan KPK di Praperdilan.
"Kalau boleh kami akan copy (LPH) dari flasdisk BPK itu," ujar Setiadi di ruang sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (25/9).
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum Setya Novanto, Ketut Mulya Arsana terlihat ragu. Hingga akhirnya Ketut menjawab dengan menyerahkan sepenuhnya kewenangan kepada hakim tunggal.
"Kalau kami, kalau diperintahkan oleh hakim tunggal yang mulia, saya kira kami akan berikan ke beliau (KPK), (jadi) silakan minta ke yang mulia," ujar Ketut.
Pasalnya terang Ketut, pihaknya juga tidak main-main untuk mendapatkan salinan LHP BPK nomot 115 tersebut. Ketut mengaku mendapatkan salinan langsung dari BPK dengan mengikuti aturan yang ada di BPK untuk mendapatkannya hingga kemudian dibawa di dalam persidangan Praperdilan.
"Itu informasi publik saya bisa (dapatkan dengan) minta langsung di BPK," ucapnya.
Untuk diketahui salinan LPH BPK tersebut dijadikan sebagai barang bukti oleh Setya Novanto dalam gugatannya melawan KPK di PN Jakarta Selatan. LPH nomor 115 tersebut menurut Ketut berisi tentangstandar operating prosedur penyidikan.
Sayangnya bukti yang diserahkan Setya Novanto melalui kuasa hukumnya pada Jumat (22/9) lalu nampaknya memberatkan KPK. Menurut KPK, LHP merupakan dokumen milik lembaga yang sifatnya rahasia. KPK pun mempertanyakan bagaimana kemudian Setya Novanto mendapatkan dokumen LHP tersebut.