REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setiadi mengatakan KPK akan mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) nomor 4 tahun 2016 yang di antaranya mengatur tentang penerbitan surat perintah penyidikan (Sprindik) yang baru. Artinya, tidak menutup kemungkinan, KPK akan mengeluarkan sprindik baru terhadap Setya Novanto.
"Di dalam norma-norma perma nomor 4 tahun 2016 menyebutkan apabila dalam penetapan tersangka ataupun pengeluaran surat perintah penyidikan oleh aparat penegak hukum tersangka itu dibatalkan, penyidik dibenarkan untuk mengeluarkan surat perintah yang baru, itu normatifnya, tapi apakah langkah itu yang akan diambil, saya bukan kapasitasnya untuk itu," katanya usai sidang putusan praperadilan Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selata, Jumat (29/9).
Hakim sidang praperadilan Setya Novanto, Cepi Iskandar memutus penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Ketua DPR RI sekaligus Ketum Partai Golkar itu tidak sah.
"Mengabulkan permohonan praperadilan untuk sebagian dan menyatakan surat perintah penyidikan (sprindik) terhadap Setya Novanto tertanggal 17 Juli 2017 yang menetapkan pemohon sebagai oleh termohon tidak sah," kata Hakim Cepi saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Selain itu, Hakim Cepi juga memerintahkan lembaga antirasuah tersebut untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto yang berdasarkan Sprindik tertanggal 17 Juli 2017.
Setnov sebelumnya disangkakan Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dalam kasus proyek pengadaan KTP-el.