Jumat 06 Oct 2017 22:14 WIB

KLHK Awasi Penggunaan Merkuri dalam Penambangan Emas

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Winda Destiana Putri
tambang emas Grasberg, Papua
Foto: miningglobal.com
tambang emas Grasberg, Papua

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan terus melakukan pengawasan dan edukasi terkait penggunaan merkuri dalam penambangan emas rakyat. Sebab, penggunaan merkuri berbahaya bagi lingkungan.

Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Yun Insiani mengatakan, merkuri dapat diganti dengan sianida. Karena itu, KLHK akan memastikan warga mendapat edukasi yang baik atas penggunaan sianida.

Dia menjelaskan, salah satu contoh penambangan emas yang tak lagi menggunakan merkuri terdapat di Kabupaten Poboya, Palu. Menurutnya, warga di sana telah cukup lama meninggalkan penggunaan merkuri.

"Mereka (para penambang rakyat) saat ini sudah menggunakan sianida. Kalau merkuri mereka sudah ditinggalkan," kata Yun, Jumat (6/10).

Dijelaskan, dari hasil pengambilan sampel rambut saat KLHK melakukan observasi langsung ke area pertambangan sekitar bulan Maret dan Agustus 2017 lalu, didapati ada rambut penambang yang mengandung merkuri. Namun dari hasil pengamatan KLHK, itu merupakan dampak penggunaan merkuri di beberapa tahun sebelumnya.

"Efeknya kan akumulasi, makanya merkuri itu disebut bioakumulasi. Jadi mungkin sudah dua atau tiga tahun mereka sudah tidak pakai merkuri. Tetapi sebelumnya mereka pakai, sehingga itu bisa kita lihat di rambutnya," terang Yun.

Masalah pembinaan masyararakat tambang memang menjadi fokus KLHK, termasuk upaya mereka bekerja dari hulu buat memutus mata rantai perdagangan merkuri. Sejauh ini, untuk penggunaan merkuri, kata Yun, masih terjadi di sekitar 850 hotspot area penambangan emas skala kecil di seantero Tanah Air. Makanya dalam waktu dekat pihaknya akan menggalakkan sosialisasi.

"Lalu sianida itu harus ada edukasinya juga. Karena kita sedang mengembangkan teknologi ramah lingkungan, dan itu dapat dijadikan bahan sosialisasi nantinya," ungkap Yun.

Selain itu, setelah ada ratifikasi Konvensi Minamata di Jenewa yang tertuang dalam UU Nomor 11/2017 tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury, Yun mengatakan PP Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun juga akan disesuaikan secepatnya dengan menambahkan aturan kalau merkuri itu dilarang di tambang rakyat.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement